Jakarta (ANTARA) - Limfoma merupakan salah satu jenis kanker darah yang menyerang sistem limfatik dan sering kali tidak disadari keberadaan-nya karena gejalanya mirip dengan gangguan kesehatan umum, seperti pembengkakan kelenjar atau kelelahan berkepanjangan.
Namun, semakin cepat limfoma terdeteksi, semakin besar peluang keberhasilan pengobatan-nya. Itulah sebabnya penting untuk memahami bagaimana penyakit ini didiagnosis serta kapan seseorang sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter.
Lalu, bagaimana sebenarnya proses diagnosis limfoma dan kapan waktu yang tepat untuk pergi ke dokter? Simak ulasannya berikut ini, berdasarkan informasi yang telah dihimpun dari berbagai sumber.
Cara diagnosis limfoma
Proses diagnosis limfoma biasanya dimulai dengan dokter menanyakan keluhan yang dirasakan pasien, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Pada tahap ini, dokter akan memeriksa adanya pembesaran kelenjar getah bening di area leher, ketiak, atau selangkangan, serta mengevaluasi apakah terjadi pembesaran pada organ hati dan limpa.
Baca juga: Dosen UI raih penghargaan internasional ciptakan inovasi terapi kanker
Untuk memastikan apakah gejala tersebut benar mengarah pada limfoma, sejumlah pemeriksaan lanjutan dapat dianjurkan, seperti:
1. Biopsi kelenjar getah bening
Tindakan ini dilakukan dengan mengambil sebagian jaringan dari kelenjar getah bening yang membengkak. Sampel kemudian dianalisis di laboratorium untuk melihat keberadaan sel limfoma sekaligus menentukan tipe-nya.
2. Pemeriksaan darah
Tes darah lengkap dapat membantu mendeteksi perubahan jumlah sel darah, sementara pemeriksaan fungsi ginjal dan hati menilai kondisi organ terkait. Selain itu, kadar enzim LDH juga bisa diperiksa, karena biasanya meningkat pada penderita limfoma.
3. Aspirasi sumsum tulang
Prosedur ini melibatkan pengambilan sampel sumsum tulang dan darah menggunakan jarum khusus. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah sel kanker telah menyebar hingga ke sumsum tulang.
4. Pemeriksaan pencitraan (imaging)
Beragam metode seperti Rontgen, CT scan, MRI, USG, hingga PET scan dapat digunakan untuk melihat lokasi, ukuran, serta sejauh mana limfoma telah menyebar di dalam tubuh.
Baca juga: Penyebab kanker limfoma dan faktor risikonya yang perlu diwaspadai
Dengan menjalani rangkaian pemeriksaan tersebut, dokter dapat memastikan diagnosis secara lebih akurat dan menentukan langkah penanganan yang paling tepat.
Jika Anda merasakan gejala yang tidak biasa atau curiga terhadap perubahan pada tubuh, jangan ragu untuk segera memeriksakan diri. Deteksi dini dapat membuat peluang keberhasilan pengobatan limfoma jauh lebih baik.
Kapan waktu yang tepat pergi ke dokter?
Segeralah berkonsultasi dengan dokter jika Anda menemukan benjolan di leher, ketiak, atau selangkangan yang tidak mengecil atau justru semakin membesar.
Jika Anda belum yakin apakah benjolan tersebut berbahaya atau tidak, Anda bisa meminta pendapat medis atau berdiskusi langsung dengan menemukan dokter atau melalui layanan chat bersama dokter.
Orang yang memiliki penyakit autoimun, pengidap HIV/AIDS, maupun mereka yang harus mengonsumsi obat penekan imun dalam jangka panjang juga dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan rutin. Hal ini penting agar dokter dapat memantau kondisi kesehatan, menilai efektivitas terapi, dan mendeteksi kemungkinan munculnya limfoma sejak dini.
Bagi pasien yang pernah didiagnosis limfoma dan telah menyelesaikan terapi, kontrol berkala tetap perlu dilakukan. Pasalnya, limfoma termasuk penyakit yang memiliki kemungkinan untuk kambuh, sehingga pemantauan lanjutan sangat dianjurkan.
Baca juga: Mengenal kanker limfoma: Jenis-jenis dan gejala awalnya
Baca juga: 8 Jenis makanan yang bantu turunkan risiko kanker limfoma
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

2 days ago
6







































