Jakarta (ANTARA) - Penelitian baru-baru ini mengungkap kecemasan atau kurang tidur memiliki hubungan dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Immunology itu berupaya menemukan mekanisme yang menghubungkan kondisi psikologis tersebut dengan masalah pada sistem imun untuk melawan penyakit, dilansir Live Science.
Penelitian yang dipimpin oleh imunolog Renad Alhamawi dari Taibah University di Arab Saudi itu menyoroti sel imun tipe natural killer (NK cells), yang disinyalir sebagai salah satu komponen dengan peran kunci dalam hubungan tersebut.
Penelitian kemudian dilakukan terhadap 60 mahasiswi berusia 17–23 tahun dan meminta mereka mengisi kuesioner tentang kesehatan mental.
Hasilnya, sekitar 75 persen peserta melaporkan gejala kecemasan seperti merasa gugup, gelisah, atau mudah tersinggung. Selain itu, sekitar 53 persen peserta dari kelompok tersebut juga melaporkan tidak mendapat cukup tidur.
Dari sampel darah, peneliti menemukan bahwa peserta dengan gejala kecemasan di atas memiliki jumlah sel NK sekitar 38 persen lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak cemas.
Sedangkan, peserta yang mengalami kurang tidur menunjukkan penurunan sekitar 40 persen pada subtipe sel NK yang memproduksi sitokin untuk mengatur respons imun.
Temuan ini menunjukkan bahwa baik kecemasan maupun kurang tidur dapat berkaitan dengan turunnya jumlah sel NK dalam darah, yang berarti sistem kekebalan tubuh mungkin tidak bekerja seoptimal biasanya.
Meski demikian, penelitian tersebut baru sebatas menunjukkan hubungan antara kecemasan, kurang tidur, dan penurunan jumlah sel NK, dan belum membuktikan hubungan sebab-akibat.
Para peneliti menilai bisa saja ada faktor lain yang ikut berperan, seperti sel yang mati lebih cepat, produksi ulang sel yang melambat, atau karena sel berpindah dari aliran darah ke jaringan lain.
Para peneliti juga menduga hormon stres bernama kortisol ikut berperan, yang diketahui meningkat ketika seseorang cemas atau stres. Hormon ini diketahui bisa memiliki efek menekan sistem imun, termasuk dapat mempengaruhi berkurangnya jumlah sel NK secara tidak langsung.
Dengan keterbatasan jumlah responden penelitian, para peneliti berharap dapat melakukan penelitian lanjutan dengan jumlah peserta yang lebih besar dan jangka panjang guna memahami apakah perubahan pada sel imun benar-benar berdampak pada risiko penyakit di kehidupan nyata.
Baca juga: Menkes sebut anak-anak lima kali lebih rentan terkena gangguan jiwa
Baca juga: Pengakses JakCare paling banyak dewasa muda dan remaja
Baca juga: Agnes Naomi dalami kecemasan "budak korporat" demi perannya di film
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

2 days ago
8







































