Sastra sebagai Asa: dari Niat Mati Menjadi Renungan Diri

17 hours ago 7
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Pagi itu dimulai dengan pandangan kosong ke arah rak buku yang sedikit berdebu di kontrakan saya. Sembari memandangi dan mengusap beberapa buku nonfiksi, seperti karya Paulo Freire yang bertajuk Pedagogy of the Oppressed, lalu buku The Gheography of Bliss oleh Eric Weiner, dan buku self improvement tulisan Riko Abu Alfatih yang mulai menguning, tiba-tiba ada sesuatu yang terlintas di benak saya: untuk apa saya membeli buku sebanyak ini? Tentunya ini bukanlah pertanyaan yang sepenuhnya patut disalahkan, khususnya bagi mahasiswa dengan uang saku mingguan yang pas-pasan.

Di tengah keheningan kamar kontrakan itu, pertanyaan ini kerap kembali menghantui pikiran saya baik saat sedang membaca buku atau sekadar melihat cover buku-buku referensi dan novel yang saya beli sejak baru menjadi mahasiswa di Universitas Jember. Itu seolah menjelma menjadi bisikan ke telinga untuk menyalahkan diri atas apa yang telah berlalu: "bukankah tidak relevan jika membeli buku fisik pasca revolusi industri 4.0, bila dilihat dari dinamika dunia yang kini mengaksentuasi pada efisiensi dan inovasi?"

Untuk menghilangkan rasa skeptis terhadap buku di masa kini, saya mencoba merekonstruksi pandangan saya melalui gagasan dari tokoh-tokoh literasi dan kajian ilmiah yang pernah dilakukan. Menurut laporan Jill Barshay dalam Paper books linked to stronger readers in an international study tahun 2022, buku digital menjadi sangat populer di kalangan siswa di beberapa wilayah Asia, tetapi siswa yang membaca buku cetak masih lebih unggul di tengah tren membaca buku digital.

Berikutnya, membaca berfungsi sebagai katalisator utama dalam rangka transformasi peradaban manusia. Tanpa membaca, pengetahuan hanya bisa diturunkan secara lisan, yang rawan hilang atau berubah. Sebagaimana telah disampaikan Rocky Gerung dalam sebuah forum podcast yang diselenggarakan KOMPAS TV, Jumat (22/11/2025), membaca buku adalah tindakan kembali ke prime-source (sumber utama) di tengah era digital.

Hal ini didorong oleh persepsi bahwa kecerdasan buatan (AI) pun sudah mulai "bosan menjawab" pertanyaan-pertanyaan yang dangkal dari netizen. Beliau juga menyoroti keunikan dan estetika dari membaca buku fisik yang tidak bisa didapatkan dari teknologi, seperti sensasi menghirup bau kertas dalam memicu pengalaman sensorik dan nilai estetika dalam memastikan telah membuka buku pada halaman yang tepat.

J.S. Khairen, penulis berdarah Minang yang dikenal atas dedikasinya dalam dunia literasi Indonesia (Foto: Shutterstock).

Usai menelaah beberapa statement tersebut, sorotan saya seketika teralihkan menuju novel-novel di rak buku yang belum sempat saya baca. Ada beberapa novel karya penulis J.S. Khairen dan Brian Khrisna, ada pula novel Laut Bercerita tulisan Leila S. Chudori. Lalu bagaimana dengan membaca buku fiksi? Apakah esensi yang diperoleh juga sama sebagaimana kita mencari apriori dari buku-buku nonfiksi?

Dalam riset "How Does Fiction Reading Influence Empathy? An Experimental Investigation on the Role of Emotional Transportation", membaca buku fiksi mampu melarutkan emosional pembacanya ke dalam alur cerita sehingga output-nya adalah meningkatnya skala empati dari pembaca buku fiksi.

Dalam studi pertama, 66 mahasiswa yang dibagi menjadi dua kelompok, terbukti mengalami peningkatan rasa empati pada kelompok pembaca karya fiksi The Adventure of the Six Napoleons daripada kelompok mahasiswa pembaca surat kabar Belanda, De Volkskrant. Temuan serupa juga terjadi pada studi kedua, di mana terjadi peningkatan empati pada kelompok mahasiswa pembaca karya fiksi blindness daripada kelompok pembaca berita koran.

Ada kisah nyata di mana seseorang membatalkan niat bunuh dirinya setelah membaca novel. Momen tersebut dibagikan melalui kanal TikTok resmi penulis J.S. Khairen. Dalam cuplikan video yang berdurasi 59 detik itu, tampak seorang perempuan menghampiri penulis di tengah kerumunan acara book fair di sebuah toko buku.

Di momen itu, ia mencurahkan semua isi hatinya kepada sang penulis mengenai apa yang menimpanya beberapa waktu lalu. Hingga tiba di satu titik di mana sahabat dari perempuan itu mengirimkan pesan-pesan yang pernah ditulis J.S Khairen di channel YouTube nya mengenai m...

Read Entire Article