Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN Wihaji, menegaskan bahwa trauma healing akan jadi fokus utama setelah kebutuhan dasar warga terdampak bencana di Sumatera terpenuhi. Ia menyebut banyak penyintas berpotensi mengalami trauma dan membutuhkan pendampingan psikologis segera setelah fase darurat berakhir.
“Setelah ini nanti akan pasti trauma healing. Ini yang penting. Karena ada beberapa yang bisa traumatis kalau enggak kita tindak lanjut,” ujarnya usai Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Sektor Kesehatan (KKSK) 2025 di Kantor Kemendukbangga/BKKBN, Jakarta Timur, Senin (8/12).
Wihaji menyampaikan bahwa Tim Pendamping Keluarga (TPK) dan para penyuluh sudah terlatih menangani persoalan psikologis masyarakat. Menurut dia, pendamping keluarga yang sehari-hari melakukan pendampingan memiliki kemampuan untuk merespons kondisi warga yang terganggu secara emosional setelah bencana.
“Ada beberapa yang memang sudah biasa menangani itu,” katanya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa pemenuhan kebutuhan primer tetap menjadi prioritas awal sebelum pendampingan lanjutan dilakukan.
“Sekarang fokus kebutuhan primernya dulu. Kalau sudah primernya selesai, nanti sekunder. Ini termasuk kebutuhan sekunder,” ujar Wihaji.
Ia menyebut, trauma healing baru dapat dilakukan jika akses makanan serta bantuan dasar lainnya sudah tersalurkan.
Lebih jauh, Wihaji mengatakan seluruh penyuluh dan TPK telah diinstruksikan untuk membantu warga terdampak karena situasi ini merupakan persoalan kemanusiaan.
“Kita punya penyuluh, TPK. Yang berdampak langsung, tolong dibantu. Yang tidak kena dampak, tolong untuk bahu-membahu, berjibaku, bantu mereka semampunya,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa beberapa penyuluh masih belum ditemukan karena berada di 4 desa yang hilang akibat bencana. Kementerian terus melakukan koordinasi dengan kantor perwakilan di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat untuk memantau situasi dan menggerakkan pendamping di wilayah yang lebih aman.

4 days ago
5






























