Google memperkenalkan Project Suncatcher pada awal November 2025. Project Suncatcher merupakan proyek ambisius membuat konstelasi satelit yang bekerja sebagai pusat data (data center) di luar angkasa, terdengar seperti film sci-fi.
Meski ide data center di luar angkasa masuk akal, pernyataan CEO Google, Sundar Pichai, dalam wawancara bersama Fox News beberapa hari lalu langsung bikin banyak ilmuwan skeptis.
“Salah satu proyek moonshot kami adalah… bagaimana suatu hari nanti kita bisa punya pusat data di luar angkasa, agar bisa memanfaatkan energi Matahari yang jumlahnya 100 triliun kali lebih besar dari energi yang kita hasilkan di seluruh Bumi?” ujar Pichai.
Namun, masalahnya bukan pada angka 100 triliun, tetapi konteksnya yang membuat para fisikawan, astronom, dan insinyur antariksa kompak berkata bahwa, “Itu nggak mungkin terjadi!”
Energi Besar tapi Belum Bisa Dimanfaatkan
Data International Energy Agency menyebut dunia menggunakan 3,4 terawatt listrik, sementara luminositas Matahari, total energi dari sinar gamma hingga gelombang radio, adalah 3,8 × 10²⁶ watt. Jadi benar, energi Matahari memang 100 triliun kali lebih besar daripada energi yang kita hasilkan di Bumi.
Namun jumlah itu juga 100 triliun kali lebih besar daripada yang kita terima.
Sebagai gambaran, ada sekitar 100 miliar sistem planet di galaksi kit, dan anggap saja setiap sistem punya peradaban seperti manusia. Jika energi Matahari bisa dimanfaatkan 100 persen, itu cukup untuk menyediakan listrik bagi semua peradaban, termasuk 1.000 galaksi lain yang masing-masing punya 100 miliar peradaban serupa.
Masalahnya, kita bahkan tidak butuh energi sebesar itu, dan yang terpenting kita tidak punya kemampuan untuk memanennya.
Energi surya memang penting, terutama untuk transisi energi dan mengurangi krisis iklim. Namun panel surya hanya menangkap sebagian kecil spektrum cahaya Matahari. Di luar angkasa, penyerapan bisa lebih luas, tapi teknologi untuk menangkap seluruh spektrum cahaya belum ada.
Secara teori, cara menangkap seluruh energi Matahari adalah membangun Dyson sphere, megastruktur yang mengelilingi Matahari.
Masalahnya? Materialnya tidak cukup, bahkan jika seluruh Tata Surya dibongkar. Kita tidak punya teknologi untuk menambang, memindahkan, dan merakit struktur sebesar itu.
Struktur cangkang padat di sekitar Matahari tidak stabil, dan butuh koreksi terus-menerus. Tata Surya penuh asteroid dan komet, hasilnya Dyson sphere bakal bolong seperti saringan.
Singkatnya, Dyson sphere tetap hanya menjadi konsep teori, belum bisa diwujudkan dalam ratusan tahun ke depan.
Kebutuhan data center, terutama untuk kecerdasan buatan (AI), melonjak drastis. Pusat data butuh energi besar dan air sangat banyak untuk pendingi...

4 days ago
4






































