Jakarta (ANTARA) - Setiap orang tua pasti ingin anaknya mendapatkan gizi yang cukup untuk mendukung tumbuh kembangnya.
Banyak orang tua merasa tenang dan bahagia saat anak makan dengan lahap, karena pada usia tertentu anak sering mengalami GTM atau menjadi picky eater.
Namun, terlalu banyak makan justru dapat menimbulkan masalah kesehatan dan psikologis pada anak.
Prinsip “segala sesuatu yang berlebihan tidak baik” juga berlaku dalam urusan makan. Ketika asupan kalori melampaui kebutuhan tubuh, berbagai risiko dapat muncul dalam jangka pendek maupun panjang bagi anak.
Berikut penjelasan mengenai dampak buruk yang dapat terjadi apabila anak terlalu banyak makan.
Dampak pada kesehatan
1. Obesitas dan kelebihan berat badan
Dampak kesehatan yang paling terlihat dari makan berlebihan adalah kenaikan berat badan yang tidak sehat.
Kalori yang tidak terpakai akan disimpan sebagai lemak, sehingga memicu obesitas. Kondisi ini perlu diwaspadai karena obesitas pada masa kanak-kanak bisa berlanjut sampai dewasa.
2. Kolesterol tinggi
Selain faktor genetik, pola makan tinggi lemak jenuh dan natrium dapat meningkatkan kadar kolesterol anak.
Konsumsi makanan yang berlebihan, terutama makanan olahan, gorengan, dan tinggi garam, bisa menjadi pemicu utamanya.
3. Tekanan darah tinggi
Anak yang mengalami obesitas memiliki risiko lebih besar terkena hipertensi. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah di usia dewasa muda.
Dengan mengatur pola makan, membatasi asupan garam, dan menjaga berat badan ideal, menjadi hal yang perlu dilakukan sebagai upaya pencegahan.
4. Diabetes tipe 2
Kelebihan berat badan dan pola makan tinggi gula membuat anak rentan mengalami diabetes tipe 2. Padahal, kondisi ini lebih banyak ditemukan pada orang dewasa.
Penyakit ini dapat menimbulkan kerusakan pada mata, ginjal, hingga saraf. Oleh sebab itu perlu dicegah sejak dini.
5. Asma
Penumpukan lemak berlebih pada anak obesitas, dapat memicu peradangan kronis yang berpengaruh pada sistem pernapasan. Hal ini yang membuat risiko asma jadi meningkat pada anak dengan berat badan berlebih.
6. Radang sendi dan patah tulang
Beban tubuh yang terlalu berat dapat memberikan tekanan tambahan pada tulang dan sendi yang masih berkembang. Akibatnya, anak lebih rentan mengalami nyeri sendi maupun cedera seperti patah tulang.
7. Gangguan tidur
Obesitas berkaitan erat dengan sleep apnea, yaitu kondisi berhentinya napas saat tidur. Gangguan ini menyebabkan kualitas tidur menurun dan dapat mengganggu konsentrasi serta proses pertumbuhan anak.
8. Masalah pencernaan
Makan berlebihan dapat memicu berbagai masalah pencernaan, seperti sembelit karena kurang serat, kembung, sakit perut, hingga naiknya asam lambung akibat perut yang terlalu penuh.
Selain itu, anak dengan tekanan darah dan kolesterol tinggi, berisiko mengalami penyakit jantung dan stroke di kemudian hari, akibat penumpukan plak pada pembuluh darah.
Dampak pada psikologis dan sosial
1. Gangguan citra tubuh
Anak dengan kelebihan berat badan atau gemuk, lebih rentan menjadi sasaran ejekan dan penampilan kurang menarik. Hal ini dapat menurunkan rasa percaya diri dan membuat mereka memiliki citra tubuh yang negatif.
2. Risiko depresi dan kecemasan
Karena citra tubuh yang negatif, bisa menimbulkan perasaan minder pada anak. Sehingga, anak berisiko mengalami gangguan kecemasan maupun depresi.
3. Menurunnya kualitas hidup
Anak yang mengalami obesitas cenderung kurang aktif dan sering menghindari aktivitas fisik. Kondisi ini dapat memperburuk kesehatan serta membatasi interaksi sosial mereka dengan teman atau orang sekitar.
Dengan berbagai dampak tersebut, orang tua perlu memastikan anak dapat gizi seimbang sesuai kebutuhan usia dan aktivitasnya.
Pola dan porsi makan yang sehat, pembatasan makanan tinggi kalori, serta kebiasaan berolahraga atau melakukan aktivitas yang disukai anak, menjadi salah satu cara proses tumbuh kembang anak yang optimal.
Dengan cara yang tepat, anak tidak hanya tumbuh sehat secara fisik, tetapi juga memiliki kualitas hidup yang baik dan kepercayaan diri yang positif.
Baca juga: Diabetes tak selalu sama, ini perbedaan tiap jenisnya
Baca juga: Cara mendiagnosis diabetes dan kapan harus periksa ke dokter?
Baca juga: Mitos dan fakta tentang diabetes
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

14 hours ago
1






































