Jakarta (ANTARA) - Penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa merokok dengan intensitas rendah sekalipun, dua sampai lima batang rokok per hari, dapat meningkatkan risiko kematian dini secara signifikan hingga 60 persen.
Merokok dua hingga lima batang per hari atau setara satu sampai dua bungkus per minggu dianggap masuk kategori intensitas rendah, adapun perokok di Inggris rata-rata menghabiskan sekitar 11 batang per hari.
Penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Johns Hopkins University di Amerika Serikat (AS) itu dilakukan dengan menganalisis kebiasaan merokok lebih dari 300.000 orang dewasa selama hampir 20 tahun berdasarkan hasil dari 22 penelitian sebelumnya.
Hasilnya, mereka menemukan bahwa orang yang merokok dua hingga lima batang sehari memiliki risiko sekitar 50 persen lebih tinggi terkena penyakit jantung dibandingkan orang yang tidak pernah merokok.
Selain itu, mereka juga memiliki risiko kematian 60 persen lebih tinggi akibat penyebab penyakit apa pun dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah merokok.
Tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. Michael Blaha itu mengatakan bahwa hasil penelitian itu menggarisbawahi betapa mengejutkannya bahaya dari merokok, bahkan merokok dalam jumlah kecil pun tetap menimbulkan risiko besar.
Para ahli tersebut memperingatkan bahwa hanya mengurangi jumlah rokok saja pun tidak cukup untuk membalikkan dampak buruknya terhadap kesehatan sehingga sangat disarankan untuk berhenti merokok sedini mungkin.
“Pesan kesehatan masyarakat yang utama bagi para perokok seharusnya adalah berhenti merokok sejak dini, bukan mengurangi jumlah rokok yang mereka konsumsi," kata Dr. Blaha, dilansir The Sun.
Meski risiko kematian pada perokok aktif lebih tinggi dibandingkan dengan mantan perokok, penelitian itu menemukan bahwa mantan perokok tetap memiliki risiko penyakit jantung yang meningkat bahkan lebih dari 20 tahun setelah mereka berhenti merokok.
Dr. Blaha mengatakan risiko seseorang terkena penyakit jantung menurun paling signifikan pada dekade pertama setelah berhenti merokok dan terus menurun seiring waktu.
"Bahkan hingga tiga dekade kemudian, mantan perokok mungkin masih menunjukkan risiko lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah merokok," katanya.
Baca juga: Survei: Tingkat merokok di Selandia Baru turun jadi 6,8 persen
Baca juga: Merokok tingkatkan risiko ibu hamil terkena preeklamsia
Baca juga: Merokok di sekolah dilarang, simak aturan menteri dan undang-undangnya
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

1 day ago
3






































