Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menegaskan kebijakan Presiden Prabowo Subianto bersama pembentukan Danantara dirancang mengembalikan kedaulatan ekonomi nasional, agar Indonesia kembali berjaya sebagai "Macan Asia".
Zulhas menjelaskan fokus kebijakan Pemerintahan Prabowo adalah membangun negara yang kuat secara ekonomi, berdaulat di sektor pangan, dan mandiri industri, sebagai prasyarat utama menjaga kehormatan bangsa.
"Nah oleh karena itu, kebijakan utama Bapak Presiden itu bagaimana negara itu kuat. Kuat seperti dulu zaman ayahnya beliau. Kita sudah bangga zaman itu disebut 'Macan Asia'," kata Zulhas dalam kegiatan Bisnis Indonesia Group Conference, di Jakarta, Senin.
Menurutnya, perjalanan Reformasi selama ini membawa banyak capaian penting, namun tetap membutuhkan evaluasi menyeluruh agar Indonesia tidak tertinggal dibandingkan negara-negara lain yang bergerak lebih cepat.
Zulhas mengaku konsisten mendukung Prabowo sejak awal, karena kesetiaan terhadap cita-cita, platform perjuangan, serta gagasan besar membangun kembali Indonesia yang kuat dan berdaulat secara ekonomi.
Ia merujuk pemikiran dalam Paradoks Indonesia yang menekankan penguatan kedaulatan ekonomi dan pangan melalui swasembada sebagai fondasi kemerdekaan sejati dan martabat nasional.
"Perjuangannya Pak Prabowo itu, ingin sekali mengembalikan cita-cita Indonesia merdeka (sektor pangan), kedaulatan ekonomi, kedaulatan pangan. Swasembada pangan, swasembada pangan itu kedaulatan. Kedaulatan itu kehormatan," katanya lagi.
Zulhas menyebut ketergantungan Indonesia terhadap impor pangan masih tinggi, sehingga kebijakan baru diarahkan untuk mengurangi ketergantungan dan memperkuat produksi dalam negeri secara berkelanjutan.
Ia mengingatkan masa ketika Indonesia dijuluki Macan Asia berkat kekuatan industri strategis nasional yang mampu berdiri sejajar bahkan melampaui negara kawasan.
Pada periode tersebut, Indonesia memiliki Krakatau Steel, Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), PT PAL, industri petrokimia, pabrik pupuk, serta satelit Palapa B2 yang menjadi simbol kemajuan teknologi dan industri nasional.
Zulhas menekankan pertumbuhan ekonomi Indonesia kala itu rata-rata mencapai 7,5 persen selama puluhan tahun sebelum krisis, mencerminkan fondasi ekonomi nasional yang sangat kuat.
"Pertumbuhan ekonomi kita rata-rata 7,5 persen. Rata-rata bukan setahun, puluhan tahun ya. Sebelum reformasi itu terjadi, sebelum ada krisis moneter tahun 98-99," katanya lagi.
Meski Indonesia terus berkembang pascareformasi, Zulhas menilai negara lain seperti Malaysia, Thailand, China, dan Korea Selatan bergerak lebih cepat meninggalkan Indonesia.
Melihat kondisi tersebut, Zulhas menegaskan negara harus kembali hadir secara kuat untuk mendorong industrialisasi, memperkuat daya saing, dan menutup ketertinggalan pembangunan ekonomi.
Ia menjelaskan Danantara dibentuk sebagai transformasi BUMN untuk memperbaiki tata kelola, budaya kerja, dan orientasi pembangunan agar lebih produktif dan berdaya saing global.
Zulhas optimistis Danantara akan menjadi motor hilirisasi lintas sektor seperti era pembangunan industri nasional dahulu, sekaligus memperkuat peran negara mewujudkan kedaulatan ekonomi Indonesia.
"Dia (Danantara) nanti menjadi kekuatan seperti dahulu, kita membangun IPTN, kita membangun Krakatau Steel, dan lain-lain. Jadi (dengan) Danantara, negara harus kuat," kata Zulhas.
Baca juga: Menanti kembali auman Indonesia sebagai "macan Asia"
Baca juga: Pemerintah perkuat 196 juta penduduk produktif agar RI jadi Macan Asia
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.








































