Leani Ratri Oktila menjelma jadi bintang di Polytron Indonesia Para Badminton International 2025. Ia menyabet tiga medali emas sekaligus dari tiga kategori yang diikutinya.
Atlet asal Riau itu mengukuhkan diri jadi yang terbaik di tanah kelahirannya sendiri dalam nomor ganda putri SL3-SU5, ganda campuran SL3-SU5 serta tunggal putri SL4.
"Senang bisa mempertahankan gelar di tahun sebelumnya. Senang banget bisa meraih yang terbaik setelah saya absen dua kali event. Kuncinya konsisten di latihan, karena ini bentuk praktik dari latihan saya selama ini," tutur Ratri kepada kumparan di GOR Indoor Manahan, Solo, Jawa Tengah pada Minggu (2/11).
Prestasinya di Polytron Indonesia Para Badminton International 2025 kemarin merupakan salah satu dari puluhan kesukseannya di level dunia. Capaian-capaian itulah yang membuatnya kini menyandang titel 'Ratu Para Badminton'.
Namun, di balik keberhasilannya, Ratri menyimpan banyak cerita jatuh bangun dalam kariernya. Berprestasi sedari belia, namun depresi karena insiden yang dialami hingga akhirnya jadi atlet putri terbaik di para badminton dunia.
Depresi usai Patah Tangan & Kaki
Bakat bulu tangkis Ratri memang sudah tampak sedari belia. Bermain sejak usia 7 tahun, Ratri sempat jadi andalan Riau di level junior.
Ia raih medali di Porda Riau hingga memperkuat tim Riau di Kejuaraan Nasional (Kejurnas) PBSI. Ratri muda bahkan digadang-gadang bakal menembus Pelatnas PBSI bila kariernya terus berlanjut.
Sayangnya, semua itu buyar pada 2011. Leani mengalami kecelakaan saat usianya menginjak 20 tahun, kaki kiri dan tangannya patah imbas insiden tersebut. Kecelakaan itu sempat membuat Ratri depresi dan menepi.
"Setelah itu setahun saya nggak olahraga lagi, hanya fokus di kuliah," tutur Ratri.
Ratri tak larut dalam sedih terlalu lama, ia bahkan bisa memetik hikmah dari insiden yang menimpanya tersebut. Bagi Ratri, menepi setahun itu seolah menjadi waktu untuk beristirahat sejenak setelah belasan tahun mengayunkan raket di lapangan.
Di 2012, semangat Ratri di bulu tangkis kembali membara. Ia putuskan untuk pindah kelas di kategori bulu tangkis untuk disabilitas.
"Patah kaki, patah tangan, puji Tuhan saya nggak nge-down. Maksudnya saya tetap semangat. Malah saya waktu itu berpikir ini waktunya saya istirahat. Setelah capek, saya anak nomor dua dari 10 bersaudara yang bawa adik-adik terus. Mungkin nggak bisa dibohongin, saya lelah. Tuhan ngasih saya waktu istirahat yang luar biasa patah kaki dan tangan yang memang nggak bisa ngapa-ngapain," kata Ratri.
"Setelah itu saya tetap bisa bangkit kembali karena saya mengalami depresi. Saya bersyukur aja gitu. Ternyata enak ya di rumah istirahat. Bener-bener istirahat dari semua tugas," tambahnya.

9 hours ago
6






































