Jakarta (ANTARA) - Jepang memiliki tradisi unik untuk menyambut generasi muda yang beranjak dewasa lewat sebuah upacara yang sakral bernama Seijin Shiki atau Hari Kedewasaan (Seijin no Hi).
Upacara Seijin Shiki merupakan asal usul dari upacara Seinen-Sai yang dilaksanakan pada 22 November 1946 di kota Warabi Distrik Kitaadachi. Pelaksanaan upacara ini bermula dari rasa khawatir bangsa Jepang terhadap masa depan generasi muda karena Perang Dunia II.
Seiring waktu, kegiatan ini menjadi momen penting di Jepang untuk menghormati para pemuda yang telah mencapai usia 20 tahun, dimana secara hukum mereka dianggap resmi sebagai orang dewasa dengan hak dan tanggung jawab baru.
Setiap tahunnya, upacara kedewasaan ini diselenggarakan pada hari Senin kedua bulan Januari dan ditetapkan sebagai hari libur nasional sejak tahun 1948.
Walaupun sebelumnya, perayaan ini pernah dilakukan setiap tanggal 15 Januari dan sejak tahun 2000 diubah sesuai sistem libur Happy Monday agar menjadi akhir pekan panjang yang memudahkan para anak untuk ikut berpartisipasi.
Di Jepang, tradisi perayaan kedewasaan sudah dikenal sejak zaman kuno. Bagi laki-laki, tradisi ini disebut Genbuku, sementara bagi perempuan dikenal dengan nama Mogi.
Menurut kajian antropologi budaya dan folklor, tradisi ini merupakan bagian dari upacara inisiasi yang menandai peralihan seseorang menuju fase kehidupan dewasa.
Baca juga: Melatih ulet dan teliti dengan seni hias oshibana
Syarat peserta Upacara Kedewasaan di Jepang
Anak muda yang diundang menjadi peserta adalah mereka yang berusia genap 20 tahun pada rentang waktu tertentu, umumnya dari 2 April tahun sebelumnya hingga 1 April tahun upacara dilaksanakan.
Hal ini mengikuti kalender usia Jepang yang berbeda dengan penanggalan barat. Warga yang termasuk dalam kriteria ini akan menerima undangan resmi dari pemerintah daerah mereka untuk hadir dalam upacara.
Upacara ini juga mengundang generasi muda yang secara resmi berdomisili di kota atau desa tempat upacara berlangsung.
Dalam beberapa daerah, penyelenggaraan bisa dilakukan lebih awal untuk menyesuaikan dengan mobilitas peserta yang tinggal di luar kota agar tidak kesulitan hadir.
Baca juga: Tradisi unik perayaan Waisak di Indonesia dan beberapa negara di dunia
Suasana dan aturan tradisi
Dalam upacara Seijin Shiki, para peserta mengenakan pakaian tradisional Jepang yang menyimbolkan makna kedewasaan dan identitas budaya.
Bagi wanita biasanya mengenakan kimono khusus bernama Furisode dengan lengan panjang, simbol masa muda dan baju bergengsi bagi wanita lajang, sedangkan bagi laki-laki akan mengenakan jas formal atau haori serta hakama.
Secara umum, acara resmi ini berlangsung selama kurang lebih satu jam dan biasanya digelar di aula pemerintahan atau gedung serbaguna.
Upacara berisi pidato dari pejabat daerah yang menekankan tanggung jawab sosial dan moral yang mulai diemban peserta sebagai warga dewasa. Ada pula sesi pemberian cendera mata sebagai kenang-kenangan, sekaligus momentum untuk makan serta berfoto bersama keluarga dan teman.
Selain aturan umum, ada pula keunikan khas dari berbagai daerah dalam membuat upacara ini menjadi lebih berbeda.
Misalnya di Tokyo, perayaan digelar di lokasi ikonik seperti Shibuya dan Kuil Meiji Jingu. Sedangkan di Prefektur Chiba, peserta merayakan upacara ini di Tokyo Disney Resort bersama karakter Disney favorit.
Baca juga: Tradisi dan suasana unik Lebaran di negeri Sakura Jepang
Di kota Narita, upacara berlangsung di Bandara Internasional Narita. Sementara di Kitakyushu, peserta tampil dengan gaya mencolok terinspirasi dari subkultur geng motor atau anak nakal.
Fenomena ini kadang dibicarakan mirip perayaan Halloween yang heboh, namun tetap dalam lingkup tradisi upacara Seijin Shiki.
Seijin Shiki bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa. Ritual ini bermula sejak abad ke-8, ketika pangeran Jepang menandai kedewasaannya dengan jubah baru dan potongan rambut khas sebagai simbol transisi dari masa kanak-kanak ke dewasa.
Dengan selenggara upacara ini, dapat mengingatkan generasi muda tentang pentingnya memegang tanggung jawab sosial, masa depannya, berperan aktif dalam masyarakat, dan penghormatan budaya negara.
Momen ini juga erat dengan filosofi bahwa kedewasaan berarti kesiapan untuk mengambil keputusan penting, seperti hak memilih, minum alkohol, merokok, dan tanda resmi kemandirian hukum.
Upacara ini secara tidak langsung menjadi pengikat nilai-nilai budaya yang terus dijaga turun-temurun dalam keluarga dan budaya negara.
Baca juga: Film dokumenter tradisi berburu paus Lamalera diputar di Tokyo
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.