Kondisi kuala simpang yang terendam banjir dari rooftop BSI Kuala Simpang, Aceh Tamiang, Jumat (28/11). Foto: Dok. IstimewaHakim PN Kuala Simpang, Qisthi Widyastuti, turut menjadi korban banjir di Aceh Tamiang. Qisthi sempat mengaku ditolong oleh warga binaan saat banjir.
Warga binaan itu ternyata narapidana yang dulunya Qisthi vonis dalam perkara kasus pencurian.
"Seingat saya, saya pernah mengadili perkara dia. Memang perkara bukan 'rumit', itu hanya mengambil brondolan sawit. Seingat saya itu, dalam persidangan ngaku salah. Jadi pun dari segi lainnya saya enggak ada khawatir," kata Qisthi saat dihubungi, Kamis (11/12).
Qisthi mengatakan bahwa ia bertemu dengan warga binaan di jalan menuju jembatan arah kantor PN Kuala Simpang. Sebelumnya Qisthi bersama dengan tiga rekannya mengevakuasikan diri dari rumah dinasnya yang terendam banjir menuju Kantor Pengadilan Negeri Kuala Simpang.
"Kami arah ke jembatan itu airnya agak surut. Surutnya itu enggak surut total, tapi surutnya sepaha. Pas air sepaha itu kami ketemulah sama beberapa orang laki-laki, salah satu negur saya 'ibu, ibu kok di sini?' dibilang gitu. Pas saya lihat dia pakai baju warna biru, ada baju khas warga binaan," ujar Qisthi.
Qisthi menyebutkan bahwa warga binaan itu berjumlah 4 orang. Ia mengatakan, mereka menunjukkan kapal karet dan mengantar dirinya dan ketiga rekannya ke pemilik kapal tersebut untuk diberi tumpangan.
Suasana perkotaan Aceh Tamiang pascabanjir bandang di Aceh Tamiang, Aceh, Kamis (4/12/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO"Salah satu di antaranya bilang 'ibu mau ke mana?, ibu orang PN kan?', iya Pak, kami mau evakuasi (jawab Qisthi).'Oh di situ ada boat bu, ada kapal karet, mau saya antar ke situ bu?'. Maksudnya ditunjukkan lah kapalnya di mana kan. 'Ayo bu, ikut saya' dibilangnya gitu. Jadi emang sudah duga itu napi ya, karena bajunya," ucap Qisthi.
"Jadi kami berempat itu ditunjukkan 'ini bang, ibu-ibu ini antarkan dulu ke kantor PN' dibilang gitu (ke yang punya perahu)," sambungnya.
Qisthi menuturkan, setelah dirinya dan ketiga rekannya diantar, para warga binaan itu pun berpamitan untuk menemui keluarganya.
"Sudah itu mereka langsung izin pamit 'sudah ya bu, itu nanti ibu tunggu di sini aja biar diantar ke kantor PN, kami pamit ya bu mau jumpai keluarga'. Habis itu kami enggak tahu mereka pergi ke mana," ucap Qisthi.
Menurutnya, warga binaan yang pertama kali menegur dirinya adalah orang yang divonisnya dengan hukuman beberapa bulan. "Enggak ingat saya (namanya). 4 itu yang pernah saya vonis itu yang negur pertama kali. Bapak-bapak sudah agar berumur yang menunjukkan kami ke situ ya bu, dibilang gitu," kata Qisthi.
"Pointnya lebih kepada saat bencana itu enggak ada mandang-mandang status dia siapa, aku siapa. Tapi yang dipandang dari bencana itu adalah gimana kita semua itu saling membantu selayaknya manusia," katanya melanjutkan.
Warga mencari barang-barang di dekat rumahnya yang rusak akibat banjir di Kuala Simpang, Aceh Tamiang, Aceh, Kamis (11/12/2025). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTOKemudian Qisthi bersama tiga rekannya mengantre untuk menaiki kapal tersebut. Ternyata kapal karetnya hanya satu dan khusus untuk selamatkan anak-anak yang berada di bantaran sungai tersebut.
Qisthi bersama tiga rekannya mencari cara lain, mereka menyeberangi jembatan dan melihat kafe. Namun pemilik kafe menolak mereka untuk mengungsi.
Sehingga, Qisthi melakukan perjalanan kembali dan menemukan kantor BSI. Mereka menginap selama 3 hari 2 malam di tempat itu, dengan kondisi air bersih tidak ada, listrik mati dan persediaan makanan menipis.
Hingga hari Sabtu (29/11), Qisthi bersama tiga rekannya ke luar dari kantor BSI karena air sudah mulai surut. Mereka menuju kantor PN, menginap selama satu malam. Kemudian Qisthi dan tiga rekannya dievakuasi oleh pegawai kantor PN di rumahnya di Desa Paya Bedi, Kecamatan Rantau. Mereka menginap satu hari.
Hakim PN Kuala Simpang bersama tiga rekannya berangkat dari rumah dinas, Aceh Tamiang, Kamis (27/11/2025). Foto: Dok. PribadiKeesokan harinya pada hari Senin (1/12) sekitar pukul 11.00 WIB, Qisthi bersama tiga rekannya menaiki truk pengangkut sawit dan bergabung dengan pengungsi lainnya menuju Salahaji, Langkat. Mereka mendapatkan informasi kalau ada kapal yang menuju arah Langkat.
"Perjalanannya sekitar 1 setengah jam naik (kalau) mobil jalan darat. Sesampainya di pinggir sungai itu kami mengantre untuk naik kapal," ucap Qisthi.
Hingga akhirnya mereka sampai di Pangkalan Susu, Langkat, dengan perjalanan sekitar 2 jam dan bertemu dengan keluarganya.
"Akhirnya telepon keluarga untuk kasih tahu kabar kami selamat, sehat serta minta dijemput. Sekitar jam 17.00 WIB kami sampai di Pelabuhan Pangkalan Susu, Langkat," tutupnya.

17 hours ago
8






























