Jakarta (ANTARA) - Institute For Development of Economics and Finance (Indef) berharap, kebijakan pemerintah yang menempatkan dana Rp200 triliun di lima bank badan usaha milik negara (BUMN) dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut Indef, perekonomian dapat bergerak lebih cepat apabila dana tersebut dapat tersalurkan dengan baik.
"Dari sisi kredit dan likuiditas, stimulus Rp200 triliun harusnya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pertumbuhan kredit. Pertumbuhan kredit harus naik secara signifikan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Direktur Program Indef Eisha M Rachbini dalam keterangan di Jakarta, Kamis.
Indef memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 mencapai sebesar 5,0 persen. Hal ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti meningkatnya ketidakpastian global, pemulihan konsumsi domestik yang belum optimal, hingga pasar kerja yang masih didominasi sektor informal.
"Dinamika ekonomi global masih diwarnai ketidakpastian. Perang dagang kemungkinan masih berlanjut. Kami nilai pertumbuhan ekonomi ada di angka 5 persen," kata Eisha.
Ekonom Senior Indef Didin S Damanhuri menyampaikan bahwa penyaluran kredit dari dana Rp200 triliun tersebut perlu diprioritaskan untuk pengembangan dan penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi akan menjadi inklusif, karena dampaknya dapat dirasakan hingga lapisan terbawah masyarakat.
"Dana Rp200 triliun yang disalurkan dari Bank Indonesia ke lima bank BUMN itu bagaimana agar mendorong pemerataan tadi? Cita-cita Presiden Prabowo ingin pertumbuhan lewat pemerataan, maka orientasi pembangunan inklusif harus dirinci," ujar dia.
Sementara itu, Ekonom Senior Indef Aviliani mengungkapkan bahwa stimulus Rp200 triliun dari pemerintah berdampak positif bagi dunia usaha. Sebab, suku bunga perbankan mulai menurun sejak pemerintah menggulirkan dana itu.
"Sejak adanya dana Rp200 triliun dari pemerintah di bank-bank BUMN, suku bunga langsung turun. Ketika itu mulai diguyurkan, suku bunga turun, permintaan mulai bertambah," kata Aviliani.
Dia menambahkan, penempatan dana Rp200 triliun di bank-bank BUMN juga perlu dibarengi dengan kebijakan-kebijakan lain dari kementerian dan lembaga agar dampaknya lebih maksimal.
"Sekarang ini banyak sekali keinginan Presiden Prabowo yang bagus, tapi belum terimplementasi. Bank itu follow the business. Kebijakan-kebijakan pemerintah harus diarahkan ke arah mana investor masuk," kata Aviliani.
Adapun pemerintah telah menempatkan dana senilai Rp200 triliun di empat bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan Bank Syariah Indonesia (BSI). Per 31 Oktober 2025, dana tersebut yang telah disalurkan dalam bentuk kredit senilai Rp188 triliun.
Kemudian, pada 10 November 2025, pemerintah kembali menempatkan dana senilai Rp76 triliun ke Himbara dan Bank Jakarta, dengan rincian senilai Rp25 triliun masing-masing untuk BRI, Mandiri, BNI, serta senilai Rp1 triliun untuk Bank Jakarta.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi November 2025, di Jakarta, Kamis, menyampaikan bahwa penempatan dana pemerintah di perbankan telah menunjukkan dampak yang positif hingga November 2025.
Menurut Purbaya, penempatan dana di perbankan merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga likuiditas dan transmisi kredit yang optimal.
Baca juga: Soal SAL di Himbara, SMF tetap lihat potensi kebutuhan likuiditas bank
Baca juga: Menkeu: Penempatan Rp200 T di Himbara bikin likuiditas ekonomi naik
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.






































