Lampung Geh, Lampung Utara - Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, menegaskan arah pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Provinsi Lampung akan dimulai dari desa, bukan lagi dari kawasan perkotaan.
Hal tersebut disampaikan dalam peluncuran Program Desaku Maju yang berlangsung di Kabupaten Lampung Utara, Selasa (3/6).
"Mulai hari ini Provinsi Lampung tumbuh tidak hanya dari Kota Bandar Lampung dan Metro, tapi semua harus dari desa. Ekonomi Lampung ke depan bukan desa yang bergantung kota tapi sebaliknya kota yang bergantung ke desa," ujar Gubernur Mirza.
Ia menjelaskan, Program Desaku Maju diluncurkan sebagai langkah Pemprov Lampung untuk memperkuat hilirisasi produk pertanian dan UMKM di wilayah pedesaan.
"Kekuatan masyarakat dan Provinsi Lampung akan ada di desa. Untuk meningkatkan kekuatan di desa maka harus dilakukan upaya-upaya, salah satunya dengan memperkuat hilirisasi komoditas unggulan desa," katanya.
Menurut Gubernur Mirza, program “Desaku Maju” menargetkan agar dalam lima tahun ke depan, seluruh desa di Lampung memiliki industri hilirisasi sendiri.
“Selama lima tahun nanti, semua desa dipastikan ada industri hilirisasi berbasis pangan dan UMKM. Salah satunya dengan memberikan mesin pengering komoditas. Nanti bisa ditambah dengan mengembangkan rice milling unit sesuai komoditas yang ada di desa," ungkapnya.
Gubernur Mirza juga menyampaikan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hampir 12 persen masyarakat desa di Lampung masih hidup dalam kemiskinan, dan sebagian besar dari mereka merupakan petani.
Ia menekankan pentingnya mengintervensi komoditas seperti singkong, padi, dan jagung untuk mengurangi kerugian dan meningkatkan pendapatan petani.
“Contohnya di Desa Wonomarto, Kabupaten Lampung Utara, dengan lahan singkong 1.000 hektare, jagung kalau tidak punya alat pengering dan mengandalkan penjualan basah, akan ada kerugian sekitar Rp6 miliar kalau harga jagung basah hanya Rp3.700 per kilogram,” jelasnya.
Menurutnya, menjual hasil panen dalam kondisi kering dapat meningkatkan pendapatan petani hingga Rp6 juta per hektare.
Pemerintah Provinsi Lampung juga mendorong desa-desa untuk menjadi pusat hilirisasi yang melayani desa-desa sekitar.
“Mesin pengering untuk jagung dan padi bisa meningkatkan pendapatan Rp1 juta per bulan. Kemudian desa bisa mengambil gabah dan jagung dari desa sekitar untuk dikeringkan. Ini membentuk hilirisasi di desa, dari satu desa menyebar ke semuanya,” tambahnya.
Ia juga menyoroti lemahnya kemampuan hilirisasi di banyak desa, yang terlihat saat adanya kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah Rp6.500 per kilogram.
Banyak desa tidak dapat memanfaatkan kebijakan tersebut karena minimnya fasilitas pengolahan pasca panen.
“Banyak desa yang belum bisa melakukan hilirisasi karena kekurangan alat pengering dan alsintan. Jadi program tidak bisa memberi manfaat maksimal kalau tidak ada proses hilirisasi,” pungkasnya.