
Di tengah ketegangan global akibat perang dagang Amerika Serikat dan China, para ekonom Indonesia kembali menoleh ke warisan pemikiran Prof. Soemitro Djojohadikusumo. Dalam sebuah gala dinner mengenang beliau sebagai guru bangsa dan guru para ekonom, muncul dorongan kuat untuk menjadikan ekonomi kerakyatan dan kemandirian industri sebagai pondasi utama kebijakan ekonomi nasional hari ini.
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas dan Chairman of Indonesia Roundtable of Young Economists, Fakhrul Fulvian, menilai dinamika trade war saat ini menjadi pemantik penting bagi Indonesia untuk mempercepat transformasi industrinya.
“Dengan adanya kebijakan trade war ini yang flip-flop ya, kita nggak tahu sampai sekarang, akhirnya trade war ini akan seperti apa,” kata Fakhrul dalam Gala Dinner Soemitro Economics Forum di Hotel The Tribrata, Rabu (4/6).
Ia menilai, Indonesia tidak bisa terus bergantung pada barang murah impor dan harus mulai membangun batu pijakan baru melalui hilirisasi mineral kritis seperti nikel dan tembaga.
Menurutnya, trade war telah mengubah cara pandang banyak negara tentang pentingnya kebijakan industri nasional yang kuat. “Ini akan jadi wake up call karena kita habis ini mungkin mengimpor barang jadi lebih sulit pasca trade war. Good policy datang ketika tertekan,” ujarnya.

Filsuf Rocky Gerung menekankan, Prof. Soemitro bukan sekadar ekonom teknokrat, tetapi pemikir yang menempatkan ekonomi sebagai bagian dari kehidupan sosial dan ideologis. Menurutnya, pemikiran Soemitro bisa menjadi antitesis terhadap gelombang proteksionisme dan individualisme sempit yang kini merebak secara global.
“Ilmu ekonomi adalah metodologi. Tetapi kegunaan dari metodologi itu hanya mungkin kita ucapkan kalau di dalamnya ada tujuan ideologis. Nah tujuan ideologis itu dari awal adalah kerakyatan, ekonomi rakyat,” ujar Rocky.
Cucu Prof. Soemitro yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, menegaskan forum ini bukan hanya bentuk penghormatan keluarga. Melainkan usaha untuk membangkitkan semangat diskursus di antara ekonom muda Indonesia.
“Ekonomi itu tidak hanya mengenai kebijakan, tapi juga kebijaksanaan,” ujarnya.
Sara menyebut, Presiden Prabowo pun kini merujuk pada semangat ekonomi kerakyatan Soemitro. Termasuk dalam sikap hati-hati dan strategis menghadapi tekanan global.
Ia juga mengingatkan pentingnya belajar dari sejarah. “Jangan sampai kita mengulangi sejarah yang seharusnya kita sudah belajar,” tegasnya.
Meski telah lama wafat, pemikiran Soemitro terus hidup melalui murid-muridnya termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani dan menjadi rujukan bagi generasi baru ekonom.
“Karena bagaimanapun juga Bu Sri Mulyani salah satu murid beliau, dan banyak sekali pemikiran-pemikiran dari murid-murid beliau yang masih berlaku sampai saat ini,” ungkap Sara.