Jakarta (ANTARA) - Perceraian menjadi keputusan terakhir setelah berbagai upaya mempertahankan hubungan rumah tangga sudah tidak membuahkan hasil.
Meskipun perceraian menjadi solusi terbaik dan sudah tidak hidup bersama lagi, jika mereka memiliki anak, peran dan tanggung jawab sebagai orang tua tidak ikut berakhir.
Anak, terutama yang masih berusia kecil, tetap membutuhkan kasih sayang, perhatian, dan bimbingan dari kedua orang tuanya.
Dalam kondisi inilah konsep "co-parenting" menjadi penting untuk diterapkan. Co-parenting adalah bentuk kerja sama antara ayah dan ibu dalam mengasuh anak setelah perceraian.
Baca juga: Hari Nasional Anak 2025, ini tujuh cara mendidik anak tanpa kekerasan
Baca juga: Faktor material memengaruhi pertimbangan pasangan untuk memiliki anak
Tujuannya untuk memastikan anak tetap tumbuh dengan dukungan emosional yang baik, walaupun orang tuanya sudah tidak lagi hidup bersama. Selain itu, konsep ini dapat membantu turunkan rasa cemas atau stres pada anak.
Co-parenting menuntut kedewasaan dan komunikasi yang sehat di antara mantan pasangan. Berikut beberapa tips agar pola pengasuhan bersama ini bisa berjalan dengan baik.
1. Fokus pada kepentingan anak
Kunci utama co-parenting adalah menempatkan anak sebagai prioritas pihak mantan suami dan istri.
Segala keputusan yang diambil harus berdasarkan pada kepentingan dan kebahagiaan anak, bukan pada perasaan pribadi terhadap mantan pasangan.
Sehingga, anak tetap dapat merasakan kasih sayang orang tuanya secara utuh, meskipun mereka sudah berpisah.
2. Bangun komitmen dan kerja sama yang sehat
Walaupun hubungan sebagai pasangan telah berakhir, ayah dan ibu masih bisa menjadi “tim” yang solid dalam mendidik anak.
Komitmen untuk bekerja sama dan berbagi tanggung jawab akan menciptakan lingkungan yang stabil bagi anak.
Usahakan untuk selalu bersikap terbuka dalam membuat keputusan, terutama yang menyangkut pendidikan, kesehatan, dan keseharian anak.
Baca juga: 8 ciri parenting yang membuat anak berpotensi tumbuh jadi orang sukses
3. Kendalikan emosi pribadi
Setiap perceraian pastinya kerap meninggalkan luka emosional. Namun, penting bagi orang tua untuk tidak melibatkan perasaan itu dalam pola asuh anak, sebab bisa ikut menimbulkan tekanan emosional bagi mereka.
Jika Anda perlu meluapkan emosi tersebut, cobalah mencari dukungan dari keluarga, teman, atau profesional untuk mengelola emosi secara sehat.
4. Jangan libatkan anak dalam masalah orang tua
Anak tidak seharusnya menjadi perantara atau pelampiasan emosi dari konflik yang belum selesai antara orang tua.
Usahakan untuk tidak melibatkan anak dari permasalahan yang tengah dihadapi, dan pastikan komunikasi dengan mantan pasangan dilakukan secara langsung dan dewasa satu sama lain.
5. Hindari menjelekkan mantan pasangan di depan anak
Simpanlah masalah pribadi sebagai urusan orang dewasa. Mengumbar keburukan mantan pasangan hanya akan membuat anak merasa tertekan dan bingung.
Oleh sebab itu, biarkan anak tetap menjalin hubungan yang sehat dengan kedua orang tuanya tanpa harus “memihak” salah satunya.
6. Jaga komunikasi dengan mantan pasangan
Komunikasi tetap menjadi hal penting dalam co-parenting. Walau tidak harus intens, pastikan setiap hal yang berkaitan dengan anak selalu dikomunikasikan dengan jelas.
Hindari menggunakan anak sebagai perantara pesan ayah dan ibu. Dengan komunikasi yang baik, kesalahpahaman dapat dihindari dan keputusan bisa diambil secara bijak.
Baca juga: Mengenal istilah "Latte Dad", parenting modern ala bapak-bapak Swedia
7. Bersikap fleksibel
Jadwal bertemu atau gantian mengasuh anak mungkin tidak selalu berjalan sesuai rencana. Oleh sebab itu, usahakan untuk bersikap fleksibel jika salah satu pihak membutuhkan penyesuaian waktu.
Dengan sikap saling pengertian, akan membantu anak merasa nyaman tinggal di dua rumah yang berbeda dengan orang tua yang berpisah.
8. Tetapkan dan patuhi aturan bersama
Anak membutuhkan rutinitas dan batasan yang jelas untuk merasa aman. Oleh karena itu, penting bagi kedua orang tua untuk menyepakati aturan bersama, seperti jam tidur, waktu belajar, atau penggunaan gawai.
Aturan yang konsisten di dua rumah akan membantu anak beradaptasi lebih mudah.
9. Buat jadwal rutinitas yang konsisten
Konsistensi juga penting dalam keseharian anak. Sehingga, buatlah jadwal tetap untuk kegiatan penting seperti makan, belajar, dan bermain. Lalu, hindari perbedaan aturan mencolok antara rumah ayah dan ibu, agar anak tidak bingung dan tetap disiplin.
10. Dengarkan keluhan anak
Anak juga memiliki perasaan dan pandangan terhadap perubahan dalam keluarganya. Sehingga, usahakan meluangkan waktu untuk mendengarkan mereka.
Biarkan anak mengungkapkan apa yang ia rasakan tanpa dihakimi atau memojokkan salah satu pihak. Dengan cara ini, orang tua bisa memahami kebutuhan emosional anak lebih baik.
Menerapkan co-parenting memang bukan hal yang mudah, sebab membutuhkan kedewasaan, komunikasi yang baik, dan rasa saling menghargai di antara kedua orang tua.
Namun, dengan usaha untuk memberikan yang terbaik bagi anak, perceraian tidak harus menjadi akhir dari kebahagiaan anak, melainkan awal dari bentuk kerja sama baru demi masa depan anak.
Baca juga: Apa itu co-parenting dan manfaatnya? Tagar Acha Septriasa jadi sorotan
Baca juga: Dokter anak sebut peran ayah komponen penting perkembangan anak
Baca juga: Askrindo gandeng Komnas PA gelar edukasi cegah pernikahan dini
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

2 days ago
8




































