Jakarta (ANTARA) - Apakah menumpuk barang hingga rumah terasa sesak hanyalah kebiasaan atau tanda dari kondisi psikologis yang lebih serius? Hoarding disorder adalah gangguan mental yang membuat seseorang sulit membuang barang, bahkan ketika benda tersebut tidak lagi berguna.
Mengetahui kapan perilaku menumpuk ini termasuk gangguan hoarding sangat penting agar penanganan yang tepat bisa diberikan sejak dini. Berikut ini akan membahas bagaimana diagnosis hoarding disorder dilakukan, dan kapan seseorang bisa dinyatakan mengalami gangguan ini.
Dengan memahami proses diagnosis, dapat mengenali gejala lebih cepat, memahami dampaknya, dan mengetahui langkah-langkah awal untuk membantu penderita agar kualitas hidupnya tetap terjaga.
Diagnosis hoarding disorder
Menurut Siloam Hospitals dan berbagai sumber lain, penderita hoarding disorder cenderung jarang memeriksakan diri ke dokter karena mereka merasa perilaku-nya normal dan tidak ada yang aneh.
Jika anggota keluarga atau orang terdekat menunjukkan tanda-tanda gangguan ini, penting untuk mengajak mereka berkonsultasi dengan tenaga medis. Sebelum menegakkan diagnosis, dokter biasanya akan melakukan anamnesis untuk mengetahui riwayat kesehatan pasien serta kebiasaan menyimpan barang.
Selain itu, dokter sering menanyakan kondisi rumah pasien melalui keluarga atau pendamping untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap. Selanjutnya, gejala yang dialami pasien dibandingkan dengan kriteria hoarding disorder menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, edisi ke-5 (DSM-5). Berdasarkan DSM-5, seseorang dapat didiagnosis mengalami hoarding disorder jika menunjukkan karakteristik berikut:
• Kesulitan untuk membuang benda yang sudah tidak terpakai
• Dorongan kuat untuk menyimpan dan menumpuk barang
• Tempat tinggal dipenuhi barang hingga berpotensi membahayakan keselamatan atau kesehatan
• Kebiasaan menumpuk barang tidak disebabkan oleh gangguan kesehatan lain
Kapan seseorang bisa dikatakan mengalami hoarding disorder?
Banyak orang memang memiliki kebiasaan menyimpan barang di rumah atau kamar, baik itu untuk dipakai kembali, sebagai kenang-kenangan, atau bahkan sebagai koleksi. Namun, kondisi seperti ini tidak otomatis dikategorikan sebagai hoarding disorder.
Hanya saja yang membedakan kebiasaan menyimpan barang biasa dengan hoarding disorder, yakni penderita hoarding disorder, tumpukan barang biasanya mulai mengganggu aktivitas sehari-hari, misalnya menyulitkan untuk memasak, mandi, atau bekerja karena ruang yang terbatas.
Barang-barang yang disimpan juga tidak teratur, sehingga rumah menjadi berantakan dan menurunkan kualitas hidup orang-orang di sekitarnya. Selain itu, tumpukan barang sering membuat penderita sendiri kesulitan untuk mengakses benda atau perabotan yang sebenarnya mereka perlukan.
Berbeda dengan sekadar mengoleksi barang, biasanya koleksi disusun untuk mempercantik atau memperindah ruangan, dengan penataan yang rapi dan terorganisir, sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari maupun kenyamanan penghuni rumah.
Baca juga: Cara mengatasi hoarding disorder untuk mengurangi penumpukan barang
Baca juga: Hoarding disorder: Kenali gejala dan penyebab
Baca juga: Kenali hoarding disorder dan risiko penumpukan barang di rumah
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

1 day ago
8




































