Berlin (ANTARA) - Para pemimpin Jerman dan Prancis pada Selasa (18/11) menyerukan pembentukan kerangka regulasi Uni Eropa (UE) yang ramah inovasi bagi teknologi digital, menyuarakan dukungan terhadap penangguhan 12 bulan terkait ketentuan Undang-Undang AI (AI Act) pada sistem AI yang berisiko tinggi.
Di acara Konferensi Tingkat Tinggi Kedaulatan Digital Eropa (Summit on European Digital Sovereignty), yang diselenggarakan di Berlin pada Selasa, Kanselir Jerman Friedrich Merz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron menekankan pentingnya daya saing teknologi.
Undang-Undang AI telah disetujui oleh para anggota parlemen UE pada 2024. Untuk memberi waktu bagi para pemerintah dan perusahaan dalam menyesuaikan diri dengan regulasi undang-undang tersebut, sebagian besar dari aturannya akan sepenuhnya diterapkan mulai 2 Agustus 2026 mendatang.
Undang-undang itu menetapkan empat tingkat risiko bagi sistem AI. Teknologi yang dianggap sebagai sistem AI "berisiko tinggi" harus menjalankan kewajiban yang ketat, termasuk membangun sistem manajemen risiko dan melaksanakan tata kelola data.
Penangguhan penerapan aturan bagi sistem AI berisiko tinggi diperlukan guna memberikan waktu dalam mendorong agenda inovasi, ujar Macron.
Perusahaan-perusahaan Eropa telah berkomitmen untuk menggelontorkan investasi senilai lebih dari 12 miliar euro (1 euro = Rp19.426) atau 13,9 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp16.760) dalam sektor digital, urai Merz di acara tersebut.
Lebih dari 900 partisipan, termasuk para pembuat kebijakan dan investor, dari negara-negara UE turut menghadiri konferensi tingkat tinggi tersebut.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

2 days ago
11





































