Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penindakan rokok ilegal per Oktober 2025 menyentuh 954 juta batang. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan penindakan tersebut membantu penerimaan kepabeanan dan cukai.
Suahasil memaparkan total penerimaan kepabeanan dan cukai telah mencapai Rp 249,3 triliun atau tumbuh 7,6 persen dibandingkan tahun lalu. Realisasi tersebut sudah mencapai 80,3 persen dari target dalam laporan semester. Dari total itu, penerimaan cukai berkontribusi Rp 184,2 triliun atau 75,4 persen dari target APBN.
Ia menjelaskan bahwa penerimaan cukai tahun ini masih lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, meski volume produksi rokok menurun.
“Secara penerimaan dia lebih tinggi dibandingkan tahun lalu lebih tinggi 5,7 persen. Namun kita lihat bahwa produksi cukai hasil tembakaunya itu sedikit di bawah tahun lalu,” ujar Suahasil saat konferensi pers APBN KiTa, Kamis (20/11).
Sementara itu, penerimaan bea keluar telah mencapai Rp 24 triliun, didorong kenaikan harga CPO dan volume ekspor sawit. Kebijakan ekspor konsentrat tembaga sejak Maret hingga September juga memberi tambahan penerimaan. Pada saat yang sama, bea masuk terkumpul Rp 41 triliun atau 77,5 persen dari target APBN. Namun realisasi ini terkontraksi 4,9 persen karena penurunan bea masuk dari komoditas pangan serta semakin luasnya utilisasi FTA di berbagai sektor.
Di sisi pengawasan, Suahasil menyoroti eskalasi besar penindakan rokok ilegal. “Sampai dengan akhir Oktober telah dilakukan 15.800 kali penindakan lebih. Dan rokok ilegal yang ditegah adalah 954 juta batang,” ungkap Suahasil.
Jumlah tersebut melonjak 41 persen dibanding tahun lalu. Meski begitu, angka itu masih jauh di bawah estimasi peredaran rokok ilegal di pasaran.
“Estimasi rokok ilegal itu setidaknya antara 7-10 persen rokok ilegal beredar di pasaran,” kata Suahasil, seraya menegaskan komitmen memperkuat sinergi antar penegak hukum.
PNBP Terkumpul Rp 402,4 Triliun
Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga akhir Oktober tercatat Rp 402,4 triliun atau 84,3 persen dari outlook. Suahasil menjelaskan penurunan harga minyak mentah dan turunnya lifting gas membuat pendapatan SDA migas terkontraksi 13,2 persen.
Untuk SDA nonmigas, penerimaan juga menurun 9,4 persen akibat moderasi harga batu bara serta penurunan volume produksi. Ia menyoroti harga batu bara acuan (HBA) yang berada di bawah asumsi APBN 2025, menyebabkan royalti dan PHT (penjualan hasil tambang) tidak mencapai target.
Ia mengungkapkan dividen BUMN kini tidak lagi masuk ke APBN, sehingga pos kekayaan negara yang dipisahkan tidak berubah sejak beberapa bulan terakhir.
PNBP yang dikumpulkan oleh kementerian/lembaga justru mencatat kinerja kuat dengan pertumbuhan 17,6 persen dibandingkan tahun lalu. Hal ini didorong optimalisasi penerimaan dari berbagai instansi, termasuk Kominfo digital (Komdigi), Kejaksaan, layanan visa dan paspor Kemenkumham, Kementerian Perhubungan, premium obligasi negara, serta hasil penempatan uang negara. Penerimaan dari Badan Layanan Umum (BLU) juga solid, mencapai Rp 82,2 triliun atau 82,7 persen dari target.
Secara keseluruhan, Suahasil menyatakan PNBP turun dari tahun lalu yang mencapai Rp 477,7 triliun, sebagian besar disebabkan faktor struktural seperti dividen BUMN yang tidak lagi ditransfer ke APBN.
Lebih lanjut, Suahasil menjelaskan penerimaan SDA pada 2025 diproyeksikan turun menjadi Rp 197,9 triliun, lebih rendah dari realisasi tah...

22 hours ago
8






































