Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan perlunya perubahan cara pandang dalam menghadapi bencana terkait perubahan iklim.
Menurutnya, Indonesia terlalu lama menaruh fokus pada mitigasi, padahal tindakan adaptasi harus menjadi prioritas karena dampak bencana terjadi secara langsung dan cepat.
Ia menjelaskan fenomena yang saat ini terjadi di Sumatera dan Aceh termasuk climate disaster, namun selama ini penanganan kebijakan iklim Indonesia tidak seimbang.
“Selama ini kita selalu mengedepankan aksi mitigasi. Sementara aksi adaptasinya itu tidak kita perhatikan. Jadi saatnya nanti kita harus berpikir terbalik,” ujarnya saat pemaparan hasil COP30 UNFCCC Brazil di Hotel Kempinski Indonesia, Jakarta, Selasa (2/12).
Hanif mengatakan aksi mitigasi masih membutuhkan banyak konsensus. Sementara adaptasi menyangkut keselamatan masyarakat yang berhadapan langsung dengan bencana.
“Orang bencana tidak menunggu konsensus internasional tercapai baru terjadi bencana. Hari ini saja sudah menelan korban lebih dari 600,” katanya.
Karena itu, Hanif menegaskan perlunya membangun langkah-langkah adaptasi yang konkret dan segera.
“Apakah sebaiknya tahun-tahun ini kita membalikkan? Yang dulu kita selalu mengedepankan aksi mitigasi dengan segala framing-nya, maka sekarang yang riil kita hadapi adalah aksi adaptasinya,” katanya.
Ia menekankan bahwa Indonesia harus mampu menyelamatkan warga ketika climate disaster kembali terjadi.
“Masa toh iya kita enggak mampu menyelamatkan penduduk pada kesempatan berikutnya? Yang sudah kejadian ini sudahlah memang. Tetapi apakah kemudian pada saat climate disaster ini, kemudian kita tidak mampu menyelamatkan penduduk kita? Apa ya seperti itu?” katanya.
Hanif menambahkan bahwa membangun adaptasi harus didukung teknologi yang memadai.
“Makanya kemudian perlulah kita membangun adaptasi dengan teknologi yang kita harus bangun di situ,” tandas dia.

1 week ago
13






































