Ketika Logika Bisnis Tersandung Tafsir Pidana

1 day ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Ilustrasi: Antara keuntungan uang korporasi & resiko pidana. (Foto: Bermix Studio, under the Unsplash license)

Membaca editorial The Jakarta Post, “Questioning the KPK’s credibility”, 2 Desember 2025, dahi saya langsung mengkerut. Betapa tidak: pengadilan memvonis para mantan direksi PT ASDP—empat setengah tahun untuk Ira Puspadewi dan empat tahun untuk Harry Muhammad Adhi Caksono serta Muhammad Yusuf Hadi—tetapi di saat yang sama, pengadilan mengakui tidak ada bukti bahwa mereka memperkaya diri sendiri.

Putusan menyebut bahwa keputusan akuisisi operator swasta itu dilakukan untuk memperluas layanan perusahaan, sebuah pilihan manajerial yang dalam banyak yurisdiksi justru berada di bawah perlindungan business judgment rule. Bahkan, satu hakim menyatakan pendapat berbeda, menegaskan bahwa langkah tersebut adalah kebijakan komersial yang tidak seharusnya digiring menjadi perkara kriminal.

Ketegangan antara logika bisnis dan pendekatan pidana inilah yang kemudian menegakkan kembali pertanyaan tentang apakah KPK benar-benar memahami batas antara risiko korporasi dan niat jahat (mens rea) dalam tindak pidana korupsi.

Ketika Keputusan Bisnis Diseret ke Ruang Pidana

Dari perspektif bisnis dan hukum modern, kasus ASDP ini menghidupkan ulang perdebatan klasik: Kapan negara berhak masuk terlalu jauh ke dalam dapur perusahaan? Dalam literatur tata kelola korporasi, Pakar Hukum Korporasi Amerika, Stephen M. Bainbridge, menjelaskan bahwa business judgment rule bertujuan memberi ruang bagi direksi untuk mengambil keputusan berisiko tanpa ketakutan berlebihan terhadap kriminalisasi.

Ilustrasi penyalahgunaan dana. Foto: Shutter Stock

Teori Bainbridge menempatkan rasionalitas proses—bukan hasil—sebagai ukuran. Selama keputusan diambil dengan itikad baik, informasi memadai, dan tujuan bisnis yang jelas, kegagalan tidak otomatis menjadi kejahatan.

Menggunakan pisau analisis itu, kasus ASDP menyingkap jurang antara cara dunia usaha bekerja dan cara penegak hukum memahaminya. Tanpa bukti aliran dana gelap, tanpa bukti niat memperkaya diri, tanpa bukti penyalahgunaan jabatan untuk keuntungan pribadi, kriminalisasi suatu kebijakan korporasi berisiko menciptakan preseden yang menggetarkan banyak direksi BUMN maupun perusahaan swasta.

Dalam konteks manajemen modern, kerugian bisnis adalah hal lumrah; yang tidak lumrah adalah ketika kerugian dijadikan dasar otomatis untuk mempidanakan pengambil keputusan.

Di titik ini, yang dipertaruhkan bukan hanya nasib tiga orang direksi. Yang lebih besar ialah sinyal yang dikirim negara kepada ekosistem dunia usaha: “bahwa setiap salah langkah, betapa pun rasional prosesnya, bisa ditafsirkan sebagai tindak pidana.”

Ilustrasi terpidana di penjara. Foto: Getty Images

Sinyal seperti ini memicu efek takut berinvestasi, mendorong direksi mengambil pilihan ultra-aman (yang justru merugikan inovasi), dan melemahkan posisi Indonesia sebagai negara yang dianggap memahami dinamika korporasi modern.

KPK, Krisis Kepercayaan dan Implikasi ke Depan

Editorial The Jakarta Post menegaskan bahwa KPK tampak gagal membedakan antara keputusan bisnis yang rasional dan tindak pidana. Kritik ini bukan sekadar retorika; ia bergema kuat dalam diskusi akademik dan lembaga-lembaga internasional.

Setelah revisi UU KPK 2019, yang banyak dinilai melemahkan independensi komisi, berbagai pengamat mencatat meningkatnya tuduhan bahwa lembaga ini lebih politis ketimbang profesional. Ketika keputusan bisnis yang wajar diperlakukan layaknya skema korupsi, kesan intervensi politik semakin sulit dibantah.

Dalam kerangka teori tata kelola pemerintahan yang dikembangkan Michael Johnston, korupsi tumbuh subur di lingkungan yang lemah akuntabilitasnya, kabur batas kewenangannya, dan tumpang tindih logika politik serta birokrasi. Johnston menekankan bahwa pemberantasan korupsi hanya efektif ketika institusi penegak hukum mampu menjaga konsistensi standar pembuktian dan tidak menyimpang dari batas objektif mandatnya.