Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengaku harus ekstra cermat dalam menjalankan program-program prioritas pemerintah. Terutama, program-program yang berkaitan dengan lahan dan potensi konflik di baliknya.
"Berdasarkan Perpres nomor 12 tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, ada empat program prioritas Bapak Presiden (Prabowo) yang setidaknya itu (berpotensi menciptakan) saling memperebutkan lahan dan ini kalau Menteri ATR/BPN-nya tidak cermat, bisa kacau," katanya dalam Rakor Gugus Tugas Reforma Agraria (RGTA), yang dihadiri kepala daerah se-Bali di Kantor Gubernur Bali, Rabu (26/11).
Dia membeberkan ada empat program prioritas pemerintahan kabinet merah putih, yakni ketahanan pangan, program 3 juta rumah, hilirisasi dan swasembada energi. Masing-masing kementerian membutuhkan lahan untuk merelaksasi program tersebut.
"Ketahanan pangan, pasti butuh lahan tapi pada sisi yang lain, Pak Presiden juga punya program pembangunan rumah untuk 3 juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR. Yang menterinya Pak Maruarar sirait. Apa yang terjadi? Ini juga butuh lahan," ucap Nusron.
"Rumah murah, pasti yang dicari adalah tanah yang murah. Dan tanah yang murah adalah sawah. Nah, tapi, kalau kemudian kita lost untuk rumah gantian pangannya hilang. Pilih mana antara pangan sama rumah? Saya sebagai Menteri ATR/BPN, ya pilih mana? Dua-duanya penting," katanya.
Di sisi lain, pemerintah juga punya program swasembada energi. Program ini juga butuh lahan, apalagi bicara soal energi terbarukan.
"Swasembada energi, kalau kita mengandalkan energi terbarukan mengambil dari bawah tanah, sudah enggak cukup. Satu-satunya jalan swasembada energi adalah dari mana, dari bioetanol. Bioetanol dari mana? Kalau enggak singkong, sawit, tebu. Lahan lagi. Karena itu kita harus hati-hati masalah lahan," katanya
Nusron juga mengingatkan pemerintah daerah agar hati-hati dalam mengelola tata ruang. Ia menekankan, bahwa pemerintah tetap harus melindungi area sawah. Hal ini tertuang dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, pemerintah wajib melindungi keberadaan sawah.
Selain itu, dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 menetapkan bahwa target Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) harus mencakup minimal 87 persen dari total Lahan Baku Sawah (LBS) yang ada di Indonesia.
Apabila status sawah dialihkan maka wajib mengganti minimal 3 kali luas sawah terdampak. Setiap pihak yang melanggar peraturan ini terancam dihukum 5 tahun penjara.
"Waktu itu diputuskan bahwa LP2B itu adalah sawah. Definisinya, yang tidak boleh dialihfungsikan untuk kepentingan apa pun dalam, kondisi apa pun, alias sawah forever. Termasuk PSN pun tidak boleh,"
"Kalau PSN terpaksa (dan) penting, maka mau tidak mau harus mengganti 3 kali lipat lahannya. 3 kali lipat untuk apa? 3 kali lipat itu untuk mengganti jumlah produktivitas yang sama dari lahan yang tidak sawah kemudian menjadi sawah," katanya.

1 week ago
8







































