Melonjaknya jumlah uang beredar disebut sebagai tanda membaiknya aktivitas ekonomi nasional.
Bank Indonesia (BI) mencatat peredaran uang primer (M0) meningkat pada September 2025 sebesar Rp 2.152,4 triliun atau tumbuh 18,6 persen secara tahunan (year on year/yoy). Lonjakan ini jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Agustus 2025 yang sebesar 7,3 persen yoy dengan nilai Rp 1.961,3 triliun.
Menurut Ekonom dari CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, lonjakan uang beredar tersebut ialah hasil dari kombinasi berbagai faktor, mulai dari peningkatan investasi hingga penyaluran stimulus pemerintah.
"Yang pertama karena di kuartal ketiga kemarin laporannya kan FDI [Foreign Direct Investment] kita atau investasi asing itu mengalami peningkatan dan investasi secara umum juga mengalami peningkatan," ujar Yusuf saat dihubungi kumparan, Sabtu (25/10).
Menurut Yusuf, peningkatan investasi tersebut saling berhubungan positif dengan jumlah uang beredar di masyarakat karena aktivitas ekonomi yang lebih tinggi. Selain itu, pertumbuhan dari penyaluran kredit sebesar Rp 200 triliun ke perbankan turut memperbesar jumlah likuiditas di pasar.
"Kalau kita lihat bank pada September kemarin itu juga mencatatkan atau diproyeksikan mencatatkan pertumbuhan penyaluran kredit, meskipun memang penyaluran kredit ini tidak serta-merta terjadi karena stimulus Rp 200 triliun," jelas dia.
Katanya, meningkatnya realisasi belanja pemerintah pada kuartal III juga turut menjadi salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan uang beredar.
"Saya kira ini capaian yang patut diapresiasi gitu ya apalagi kalau kita kaitkan dengan upaya untuk mendorong perekonomian di dua kuartal terakhir ya di kuartal ke-3 dan kuartal ke-4 ini menjadi cukup positif harapannya tentu semoga jumlah uang beredar ini bisa juga terlihat pada kinerja perekonomian terutama di kuartal ke-4 nanti ya," tambahnya.
Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Eddy Junarsin menilai peningkatan uang beredar tidak lepas dari kebijakan moneter longgar yang dilakukan BI serta penempatan dana pemerintah di perbankan.
“Dapat diduga bahwa loose money policy seperti penurunan policy rate (suku bunga acuan) yang dilakukan BI memacu penyaluran kredit. Dari sisi pemerintah/kementerian, penempatan dana Rp 200 triliun ikut mendongkrak pertumbuhan uang beredar,” kata Eddy.
Meski begitu, Eddy menilai dampak stimulus Rp 200 triliun yang dikucurkan pemerintah terhadap sektor riil dan masyarakat belum bisa dirasakan sepenuhnya karena efek pengganda (multiplier effect) masih membutuhkan waktu.
"Itu harus tunggu multiplier effect-nya. Sisi positif yang diharapkan adalah bisnis tumbuh karena lebih mudah pinjam duit, konsumsi domestik meningkat, sehingga pertumbuhan ekonomi terpacu. Potensi sisi negatifnya adalah inflasi yang mungkin meningkat dibanding biasanya," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyebut kenaikan jumlah uang beredar mencerminkan peningkatan aktivitas ekonomi nasional.
"Uang Primer (M0) Adjusted pada September 2025 tumbuh 18,6 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,3 persen (yoy) sehingga tercatat sebesar Rp 2.152,4 triliun," kata Denny dalam keterangannya, Kamis (23/10).

5 hours ago
2





































