Forum PRAKSIS Seri ke-10 yang digelar Jumat (20/6/2025) mengangkat satu contoh nyata pelestarian lingkungan hidup berbasis komunitas. Bertajuk “Terang dari Tampelas: Menyalakan Keberlangsungan Fungsi Alam di Hutan Kalimantan”, forum ini menghadirkan dua narasumber utama dari Project Tampelas, yakni Alexandra Bastedo (CEO Conservana Trading Advisory) dan Achmad Zakaria (CEO Tata Habitat).
Proyek konservasi yang dikembangkan PT Rimba Makmur Utama (RMU) ini berlokasi di Desa Tampelas, Kecamatan Kamipang, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah — desa kecil di atas lahan gambut dalam yang mudah terbakar. Dengan melibatkan masyarakat setempat, PT RMU berhasil mengubah pola penghidupan warga dari aktivitas perusakan hutan menjadi pelestari lingkungan, khususnya melalui budidaya ikan gabus.
Untuk diketahui, Project Tampelas diprakarsai dan dilaksanakan oleh PT Rimba Makmur Utama (RMU), yang dirintis dan dipimpin oleh Rezal Kusumaatmadja, putra mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup (1993-1998) Sarwono Kusumaatmadja.
Dalam paparannya, CEO Conservana Trading Advisory, Alexandra Bastedo menjelaskan pentingnya menjaga gambut agar tetap basah karena daya serap karbonnya yang besar. “Dalam rentangan yang luas dan dalam, lahan gambut mampu menyerap karbon dalam jumlah besar sehingga tidak lepas ke atmosfir dan mendorong naiknya suhu bumi,” jelasnya.
Pendekatan yang digunakan PT RMU adalah pendekatan berbasis alam (nature-based solution), salah satunya dengan mendampingi warga membudidayakan ikan gabus (Channa sp.) — sumber albumin bernilai ekonomi tinggi. PT RMU kemudian merancang dan membangun pabrik albumin selama total empat tahun, sepenuhnya didanai dari hasil konservasi hutan.
“Dalam proyek ini semboyan bhineka tunggal ika tidak sekedar menyangkut kebhinekaan dalam hal etnis, agama atau yang lain, melainkan lebih pada kebhinekaan dalam hal profesi,” ujar Alexandra.
“Profesi boleh berbeda-beda, tetapi tujuannya tetap satu, yakni membantu masyarakat untuk memperoleh penghidupan melalui pelestarian alam,” tambahnya.
Energi untuk pabrik tersebut dipasok dari instalasi listrik tenaga surya. Seiring berjalannya proyek, warga Desa Tampelas yang sebelumnya hidup dari hasil penebangan dan pembakaran lahan kini justru menjaga kawasan hutan dan lahan gambut. Sebelum proyek, rata-rata pendapatan mereka hanya Rp30.000 per hari—sebagian besar digunakan untuk membeli solar. Kini, pendapatan mereka meningkat secara signifikan.
Achmad Zakaria, arsitek yang sebelumnya berkarya di sektor komersial, mengaku pengalaman ini mengubah hidupnya. “Dulu saya bekerja sebagai arsitek yang dalam prakteknya merusak alam. Sejak terlibat dalam Project Tampelas ini saya menggunakan keahlian saya untuk bernegosiasi dan melestarikan alam,” ujarnya.
PT RMU mendokumentasikan perjalanan ini dalam film berdurasi 40 menit yang diputar dalam forum. Versi pendeknya berjudul Project Tampelas: Shifting Intent into Action telah diunggah ke YouTube sebagai ajakan untuk ikut beraksi menjaga alam.
Forum juga menghadirkan Sigit Lingga dari Yayasan Bung Karno yang mewakili Rezal Kusumaatmadja, pendiri PT RMU yang juga putra mendiang Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja. Sigit menyebut proyek ini sejalan dengan visi Presiden Sukarno soal kedaulatan dalam mengelola kekayaan alam Indonesia.
“Sukarno mengirim banyak mahasiswa ke luar negeri agar mereka kelak bisa memanfaatkan kekayaan alam Indonesia untuk bangsa sendiri,” kata Sigit. “Saat itu, Bung Karno menolak masuknya perusahaan asing karena khawatir kekayaan alam kita akan dieksploitasi untuk kepentingan orang lain.”