Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong inovasi produk keuangan yang lebih sesuai dengan kebutuhan setiap kelompok masyarakat di Indonesia, sehingga tingkat kesejahteraan keuangan (financial health) sebagaimana yang diusung UNSGSA dapat tercapai.
“Pemahaman terkait dengan financial health bukan hanya dengan pendekatan yang biasa atau menyasar pada kelompok-kelompok tertentu saja, tapi justru harus ada inovasi pengembangan produk yang cocok bagi berbagai kelompok masyarakat yang membutuhkan,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.
Adapun UNSGSA telah memperkenalkan konsep kesejahteraan keuangan (financial health) yang penting untuk dimiliki oleh individu atau rumah tangga di suatu negara.
Kesejahteraan keuangan mencakup empat pilar utama yang meliputi kemampuan pengelolaan keuangan sehari-hari, ketahanan terhadap guncangan finansial, perencanaan masa depan, serta tingkat kepercayaan diri atas kondisi keuangan.
Baca juga: OJK: RI dan UNSGSA siap kolaborasi di bidang kesejahteraan keuangan
Mahendra mengatakan bahwa ukuran literasi dan inklusi keuangan saja tidak cukup untuk memotret kondisi keuangan masyarakat.
Lebih dari itu, kesejahteraan keuangan menawarkan konsep yang lebih esensial karena turut mengedepankan aspek ketahanan dan perencanaan keuangan serta tingkat kepercayaan diri seseorang terhadap keadaan finansial.
Mahendra juga menegaskan bahwa sektor jasa keuangan suatu negara tidak dapat maju tanpa dukungan kuat dan kontribusi besar dari dana pensiun dan industri asuransi.
Di sisi lain, kontribusi dana pensiun dan industri asuransi terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih sangat kecil sehingga harus terus ditingkatkan.
Baca juga: Prabowo akan bentuk dewan nasional menangani kesejahteraan keuangan
Adapun Indonesia telah memiliki hasil survei yang mengukur tingkat literasi dan inklusi keuangan masyarakat yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan OJK.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2025 mencatat indeks literasi dan inklusi keuangan nasional meningkat masing-masing menjadi 66,64 persen dan 92,74 persen.
Berdasarkan sektor jasa keuangan, indeks literasi dan inklusi keuangan masih ditopang paling tinggi oleh sektor perbankan yakni masing-masing sebesar 65,50 persen dan 70,65 persen.
Sedangkan sektor perasuransian dan dana pensiun masih mencatatkan indeks yang lebih rendah.
Baca juga: Ratu Maxima dalami kesehatan finansial pemilik rumah pertama di Bekasi
Indeks literasi dan inklusi sektor perasuransian masing-masing 45,45 persen dan 28,50 persen. Di sisi lain, literasi dan inklusi sektor dana pensiun masing-masing 27,79 persen dan 5,37 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menjelaskan bahwa SNLIK, yang berfungsi sebagai indikator, terbuka untuk dikembangkan lebih lanjut apabila dibutuhkan dengan mempertimbangkan konsep kesejahteraan keuangan.
Namun, imbuh Friderica, pelaksanaan survei tersebut telah mengacu pada parameter dari Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Aspek yang diukur dalam SNLIK juga secara tidak langsung telah mencakup empat pilar kesejahteraan keuangan UNSGSA.
“Kalau memang nanti kesepakatannya secara internasional kita moving forward kepada financial health atau kesejahteraan keuangan ini, nanti tentu pertanyaannya (dalam survei) bisa kita tambahkan sesuai dengan indikator yang diperlukan untuk mengetahui financial health dari masyarakat kita,” kata Friderica.
Baca juga: Pakar: Lawatan Ratu Maxima momentum pelajari inovasi fintech Belanda
Pada kesempatan yang sama, Ratu Maxima dari Kerajaan Belanda sebagai Advokat Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Kesehatan Finansial (UNSGSA) menyampaikan bahwa setelah akses keuangan semakin terbuka, tantangan menjadi berkembang yakni bagaimana memastikan masyarakat mampu mengelola keuangan dengan lebih baik.
Oleh sebab itu, konsep kesejahteraan keuangan salah satunya menyoroti pentingnya ketahanan dan perencanaan keuangan.
Menurut Ratu Maxima, diperlukan inovasi pada sektor perasuransian mengingat tingkat penetrasi asuransi di Indonesia masih sangat rendah.
“Hidup kita penuh risiko. Saya hidup dengan risiko, Anda hidup dengan risiko. Tetapi semakin miskin seseorang, semakin besar pula risikonya. Karena itu, kita perlu menciptakan proses inovasi yang benar-benar berbeda dalam asuransi,” kata dia.
Baca juga: Kunjungan Ratu Maxima tegaskan dukungan bagi arsitektur keuangan RI
Ratu Maxima pun merekomendasikan agar pemerintah Indonesia membentuk Dewan Nasional Kesehatan Finansial. Melalui dewan ini, diharapkan menghasilkan ukuran yang menggambarkan tingkat kesehatan finansial masyarakat Indonesia.
“Saya juga berharap Dewan tersebut nantinya dapat mendorong inovasi produk, misalnya tabungan dengan setoran harian sekecil Rp5.000, yang tetap bermanfaat dan dapat menjadi dasar untuk berinvestasi. Karena saat ini situasinya memang tidak mudah,” kata Ratu Maxima.
Baca juga: UNSGSA: Jasa keuangan digital perkuat ketahanan hadapi krisis
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.







































