
Dua Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yakni BUKP Ponjong di Gunungkidul dan BUKP Jetis di Bantul, mencatatkan pengelolaan dana masyarakat hingga miliaran rupiah meski dikelola oleh sumber daya yang terbatas.
BUKP Jetis bahkan meraih predikat BUKP terbaik di Bantul dua tahun berturut-turut, sejak 2023 hingga 2024.
Kepala BUKP Jetis, Agus Sutapa, mengungkapkan bahwa aset mereka saat ini mencapai lebih dari Rp7 miliar, dengan laba pada 2024 mencapai Rp306 juta. Padahal, BUKP Jetis hanya dikelola oleh 5 orang.
”Total aset per Mei itu Rp7 miliar lebih,” ata Agus kepada Pandangan Jogja, Selasa (3/6).
“Untuk dana simpanan masyarakat di Jetis itu terdiri atas dana tabungan Rp3,2 miliar dan deposito sekitar Rp670 juta, dengan penabung sebanyak 2.312 orang,” tambahnya.

Tak cuma sebagai pengelola tabungan dan deposito, BUKP Jetis juga menyalurkan pinjaman kepada masyarakat dengan bunga rendah. Selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tujuan lain juga untuk membebaskan masyarakat dari cengkeraman rentenir.
Pedagang adalah kelompok masyarakat yang paling banyak mendapatkan kredit dari BUKP Jetis, selain itu ada juga dari sektor jasa, pertanian, peternakan, dan industri.
“Untuk nasabah-nasabah yang kami beri kredit itu juga banyak yang berkembang bagus usahanya, baik di sektor jasa, dagang, dan sektor-sektor lainnya,” ujarnya.
Satu hal yang jadi kunci kesuksesan BUKP Jetis adalah cara mereka melakukan pelayanan dan pendekatan pada nasabah. Mereka memiliki layanan ATM: Angkat Telepon, Mangkat (angkat telepon, berangkat).
“Karena kita belum punya mesin ATM asli, kita pakai ATM, ‘Angkat Telepon, Mangkat’. Jadi jemput bola,” ujar Agus.
Layani Ribuan Nasabah Hanya dengan 5 Pegawai

BUKP lain di DIY yang mengelola dana nasabah hingga miliaran adalah BUKP Ponjong, Gunungkidul, kecamatan paling timur di DIY. Aset yang mereka kelola mencapai Rp4 miliar lebih.
“Dengan aset Rp4 miliar, kemudian dana masyarakat Rp2,5 miliar, OSL-nya (piutang) sekarang Rp2,7 miliar, laba kita tahun kemarin mencapai Rp250 juta,” ujar Kepala BUKP Ponjong, Aristrianti, kepada Pandangan Jogja, Rabu (3/6).
Dengan pegawai hanya lima orang, BUKP Ponjong memiliki nasabah lebih dari 2.000 orang. Dan mereka juga hanya memiliki 5 orang pegawai. “Untuk jumlah penabung hampir 2.000 orang, untuk kreditnya itu 300 lebih, hampir 400 orang. Padahal, kami pegawai kami hanya 5 orang,” tambahnya.
BUKP Ponjong juga masuk dalam kategori sehat, dengan tingkat NPL atau kredit macetnya tak sampai 2 persen dan likuiditas lebih dari 50 persen.

Capaian ini kata Aris tak lepas dari besarnya kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka. Dan kepercayaan itu dibangun dengan kerja keras dan pendekatan yang intens kepada masyarakat.
”Kami pelayanan ibaratnya 24 jam, kapanpun masyarakat menghubungi, konsultasi, kami layani. Jadi kuncinya di pendekatan,” ujarnya.
Hal ini membuat mereka sama sekali tidak terpengaruh oleh isu fraud di 2 BUKP di Kulon Progo, yakni BUKP Wates dan Galur. Meski sempat ada kepanikan nasabah BUKP di DIY, di Ponjong menurutnya tak terjadi hal serupa.
”Sama sekali tidak ada pengaruh, paling hanya menanyakan satu atau dua orang, tapi mereka tetap memberikan kepercayaan penuh kepada kami,” kata Aristrianti.
Secara Umum BUKP di DIY dalam Kondisi Sehat

Kepala Bidang Bina Administrasi Keuangan Daerah (BAKD) Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) DIY, Endrawati Utami, mengatakan bahwa secara umum kondisi BUKP di DIY dalam kondisi sehat sehingga, masyarakat yang menjadi nasabah BUKP menurutnya tidak perlu panik.
”Dari 75 BUKP yang ada di DIY, sebenarnya permasalahan yang ada ini hanya sebagian kecil. Sedangkan secara umum, BUKP masih cukup relevan dan penting bagi masyarakat,” ujar Endrawati.
Tiap BUKP juga memiliki pengelola sendiri yang tidak berkaitan satu dengan yang lainnya. Sehingga jika terjadi fraud atau kecurangan di satu BUKP, maka tidak ada kaitannya dengan BUKP lain.
Endrawati juga menyebut bahwa semua tujuan pendirian BUKP sebagai BUMD saat ini telah terpenuhi, sehingga ia menilai masih relevan untuk dipertahankan.

Tujuan itu di antaranya pemberian jasa layanan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan kredit dengan prosedur yang sederhana dan mudah dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
”BUKP selama ini cukup memberikan kontribusi PAD dalam bentuk dividen dengan nilai yang cukup signifikan. Data 5 tahun terakhir kalau kita bandingkan dengan penyertaan modal Pemda kepada BUKP sebesar Rp20 miliar, maka dividen 5 tahun terakhir ini sebenarnya sudah cukup untuk menutup dari penyertaan modal,” jelasnya.
BUKP menurut dia juga telah memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan perekonomian di DIY, misalnya melalui penyediaan lapangan pekerjaan hingga pembiayaan terhadap usaha mikro di masyarakat.
“Kredit yang disalurkan sampai dengan akhir Desember 2024 itu mencapai Rp200 miliar. Di satu sisi ada simpanan masyarakat sebesar Rp226 miliar,” ujar Endrawati Utami.