Jakarta (ANTARA) - Asma merupakan salah satu penyakit pernapasan kronis yang sering dialami berbagai kelompok usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Meski gejalanya cukup dikenal, seperti sesak napas, batuk, dan napas berbunyi, banyak orang belum memahami secara pasti apa saja faktor yang dapat memicu terjadinya asma.
Penyebab asma sendiri bersifat kompleks, melibatkan kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan. Paparan zat pemicu seperti debu, asap rokok, bulu hewan, hingga infeksi saluran pernapasan bisa memperburuk kondisi asma.
Di sisi lain, tidak semua orang yang terpapar faktor risiko ini akan mengalami gejala, sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang tepat untuk memastikan diagnosis.
Mengenali penyebab asma dan bagaimana proses diagnosis-nya menjadi langkah penting agar penanganan bisa dilakukan sedini mungkin dan mencegah serangan yang lebih berat di kemudian hari.
Berikut ini adalah berbagai faktor pemicu serta metode untuk mendiagnosis penyakit asma yang dialami seseorang, dirangkum dari sejumlah sumber.
Baca juga: Inilah cara cegah dan atasi asma kambuh akibat stres berlebihan
Faktor penyebab asma
Hingga saat ini, penyebab pasti asma masih belum sepenuhnya diketahui. Namun, para ahli menduga bahwa kombinasi faktor genetik dan lingkungan memegang peranan besar dalam perkembangan penyakit ini.
Risiko seseorang terkena asma cenderung lebih tinggi apabila memiliki anggota keluarga yang juga menderita asma, memiliki riwayat alergi, perokok aktif, atau sering terpapar asap rokok di lingkungan sekitarnya.
Tinggal di lingkungan yang penuh debu juga menjadi salah satu pemicu utama. Debu di rumah, khususnya yang menumpuk di perabot atau area kamar tidur, sering kali mengandung bakteri bernama endotoksin. Zat ini diketahui dapat memicu peradangan pada saluran napas dan menimbulkan gejala asma.
Selain itu, beberapa faktor lain yang bisa meningkatkan risiko serangan asma meliputi:
• Kebiasaan merokok.
• Stres berlebihan atau tekanan pikiran.
• Udara dingin atau perubahan cuaca ekstrem.
• Infeksi virus seperti flu atau pilek.
• Paparan bulu hewan peliharaan.
• Terpapar bahan kimia berbahaya.
• Jenis pekerjaan tertentu, seperti tukang las, pekerja kayu, atau karyawan pabrik tekstil.
• Ledakan emosi yang tidak terkendali, seperti tertawa berlebihan atau kesedihan mendalam.
• Alergi terhadap makanan tertentu, misalnya kacang-kacangan.
• Aktivitas fisik berat yang memicu napas pendek.
• Infeksi pada paru-paru maupun saluran pernapasan atas.
Baca juga: Panduan praktis cara gunakan inhaler asma sesuai dengan jenisnya
Cara mendiagnosis penyakit asma
Proses diagnosis asma memerlukan pemeriksaan yang menyeluruh, meliputi penilaian klinis dan serangkaian tes fungsi paru-paru. Adapun langkah-langkah yang umumnya dilakukan dalam memastikan seseorang mengidap asma meliputi:
1. Anamnesis atau wawancara riwayat kesehatan
Pada tahap awal, dokter akan menggali informasi terkait gejala yang dirasakan pasien, seperti sesak napas, batuk berkepanjangan, atau napas berbunyi (wheezing).
Selain itu, dokter juga akan menanyakan apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat asma, serta faktor-faktor pemicu yang mungkin dialami oleh pasien.
2. Pemeriksaan fisik
Langkah selanjutnya adalah pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya tanda-tanda khas asma, misalnya bunyi mengi yang terdengar melalui stetoskop, terutama saat pasien menghembuskan napas.
3. Tes fungsi paru-paru (Spirometri)
Spirometri merupakan pemeriksaan utama untuk menilai kemampuan paru-paru dalam mengalirkan udara. Pasien akan diminta untuk menghembuskan napas dengan kuat ke dalam alat khusus guna mengukur volume dan laju udara yang keluar dari paru-paru.
Jika dibutuhkan, dokter mungkin akan menyarankan beberapa pemeriksaan tambahan untuk mendukung diagnosis, seperti:
• Tes alergi guna mengetahui apakah pasien memiliki sensitivitas terhadap alergen tertentu yang dapat memicu asma.
• Tes provokasi bronkus untuk mengukur seberapa reaktif saluran pernapasan terhadap rangsangan.
• Pemeriksaan penunjang lain guna memastikan tidak ada penyakit lain yang menimbulkan gejala serupa.
• Pemeriksaan EKG (elektrokardiogram) dan foto rontgen dada untuk membantu menyingkirkan kemungkinan penyebab lain dari keluhan pernapasan.
Dalam pemeriksaan spirometri, ada beberapa parameter penting yang akan diukur, di antaranya:
• Peak Expiratory Flow (PEF): Mengukur kecepatan maksimal udara yang dapat dikeluarkan dari paru-paru, berguna untuk menilai tingkat penyempitan saluran napas.
• Forced Expiratory Volume in 1 Second (FEV1): Menunjukkan volume udara yang bisa dikeluarkan dalam satu detik pertama setelah menarik napas dalam-dalam.
• Reversibilitas: Pemeriksaan lanjutan setelah spirometri awal untuk menilai respons saluran napas terhadap obat bronkodilator.
Baca juga: Apa itu asma? Ini penjelasan dan gejala awalnya yang umum terjadi
Baca juga: Jenis-jenis inhaler asma dan fungsinya, kenali sebelum menggunakannya
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.