Mengapa Banyak Anak Tidak Nyaman Bercerita kepada Orang Tuanya?

2 hours ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Ilustrasi anak bersedih karena merasa tidak didengar oleh orang tuanya (Foto: Pixabay)

“Kenapa sih anak sekarang lebih nyaman curhat ke teman, pasangan, atau bahkan media sosial, dibanding ke orang tuanya sendiri?” Pertanyaan ini sering muncul, namun jarang benar-benar dibahas dari sudut pandang anak.

Ketidaknyamanan anak untuk bercerita kepada orang tua bukanlah tanda kurangnya kasih sayang. Dalam banyak kasus, hal ini justru berakar dari pola komunikasi dan emosi yang belum selesai sejak kecil.

Salah satu penyebab utama adalah rasa takut dihakimi. Tidak sedikit anak yang mencoba berani membuka suara untuk bercerita justru disambut dengan ceramah panjang, perbandingan dengan orang lain, atau respons yang mengecilkan perasaannya. Alih-alih merasa didengar, anak merasa salah sejak awal.

Selain itu, orang tua mungkin lebih fokus pada solusi daripada empati. Padahal, tidak semua cerita membutuhkan nasihat. Banyak anak hanya ingin dipahami, bukan diarahkan. Ketika setiap keluhan selalu diakhiri dengan “harusnya kamu…” atau “makanya dari awal…”, anak belajar bahwa bercerita hanya akan menambah beban.

Faktor lain yang menyebabkan anak sulit percaya adalah kurangnya kehadiran secara emosional. Orang tua bisa saja hadir secara fisik, tetapi tidak secara emosional—sibuk, lelah, atau tidak benar-benar memberi ruang aman untuk anak mengekspresikan dirinya. Dalam kondisi seperti ini, anak memilih diam karena merasa ceritanya tidak penting.

Pengalaman masa lalu juga turut berperan besar. Anak yang pernah dikhianati kepercayaannya—ceritanya disebarkan, dirahasiakan setengah hati, atau dijadikan bahan lelucon meski maksud dari orang tuanya hanya untuk bahan bercandaan—akan membangun dinding ketakutan. Sekali rasa aman runtuh, butuh waktu lama untuk sembuh.

Tidak jarang pula anak tumbuh dalam budaya keluarga yang menormalisasi kalimat seperti “anak tidak boleh membantah” atau “orang tua selalu benar”. Pola ini membuat anak belajar bahwa kejujuran dalam mengungkapkan apa yang dia rasakan, adalah bentuk pembangkangan.

Bagaimana Agar Komunikasi Anak dan Orang Tua Bisa “Cocok”?

Pertama, orang tua perlu belajar hadir tanpa langsung menghakimi.

Banyak anak berhenti bercerita bukan karena masalahnya besar, tapi karena respons pertama orang tua sering berupa ceramah, perbandingan, atau menyalahkan. Padahal, anak yang bercerita tanpa dipotong pembicaraannya saja mereka merasa sudah cukup.

Kedua, dengarkan perasaan, bukan hanya masalahnya.

Saat anak berkata “aku capek”, yang dibutuhkan bukan solusi instan, melainkan validasi sederhana seperti, “pasti hari ini berat ya buat kamu.” Dari sini, anak belajar bahwa emosinya aman untuk dibagikan.

Ketiga, kurangi kalimat yang membuat anak merasa kecil seperti “kamu selalu…”, “dari dulu kamu memang…”.

Kalimat semacam ini membuat anak merasa dicap, bukan dipahami. Sekali anak merasa dilabeli, keinginan untuk terbuka akan perlahan menghilang.

Keempat, jaga kepercayaan.

Cerita anak bukan konsumsi keluarga besar, bukan bahan candaan, dan bukan alat pembanding. Ketika rahasia anak bocor, yang rusak bukan hanya komunikasi—tetapi juga rasa percaya.

Kelima, orang tua juga perlu belajar dan meminta maaf.