Ketika Empati Publik Hanya Bertahan Selama Trending

2 hours ago 3
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Riuh empati saat viral, sunyi bagi korban saat sorotan pergi. Kepedulian diuji oleh waktu, bukan tren. Gambar ini dihasilkan dari Gemini AI

Setiap kali sebuah kasus kekerasan, ketidakadilan, atau tragedi kemanusiaan mencuat ke ruang publik, respons masyarakat nyaris selalu seragam. Linimasa media sosial dipenuhi unggahan kemarahan, simpati, dan solidaritas. Tagar bermunculan, petisi daring dibuat, dan tuntutan keadilan menggema dari berbagai arah. Dalam waktu singkat, sebuah peristiwa bisa menjelma menjadi percakapan nasional yang mengundang perhatian luas.

Namun, ada satu pola yang terus berulang dan jarang disadari. Ketika isu tersebut tak lagi mendominasi linimasa, empati publik ikut menghilang. Perhatian berpindah, diskusi mereda, dan korban kembali berjalan sendiri menghadapi proses yang panjang dan melelahkan. Di sinilah persoalan utama muncul: empati publik sering kali hanya bertahan selama sebuah isu masih trending.

Fenomena ini bukan sekadar persoalan lupa atau bergesernya minat masyarakat. Ia mencerminkan perubahan cara kita memaknai empati di era digital. Kepedulian sosial semakin dipengaruhi oleh kecepatan arus informasi, bukan oleh kedalaman kesadaran moral. Tulisan ini berangkat dari pandangan bahwa empati publik yang bersifat sementara tidak cukup untuk mendorong keadilan dan bahkan berpotensi memperpanjang penderitaan korban.

Media sosial telah mengubah cara masyarakat merespons peristiwa sosial. Informasi bergerak sangat cepat, begitu pula reaksi publik. Dalam hitungan menit, sebuah video atau unggahan dapat menyulut kemarahan massal. Di satu sisi, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki kepekaan terhadap ketidakadilan. Namun, di sisi lain, kecepatan ini juga melahirkan empati yang dangkal dan mudah bergeser.

Algoritma media sosial bekerja dengan logika popularitas dan keterlibatan. Isu yang ramai akan terus ditampilkan, sementara isu yang mulai sepi akan tenggelam. Akibatnya, empati publik ikut terlatih untuk mengikuti arus tersebut. Kita peduli karena isu itu muncul di layar, bukan karena komitmen untuk mengawal persoalan hingga tuntas.

Dalam konteks ini, empati menjadi reaktif, bukan reflektif. Kita bereaksi keras di awal, tetapi jarang bertanya lebih jauh: bagaimana kelanjutan kasus ini? Apakah korban mendapatkan pendampingan? Apakah sistem berubah setelah kegaduhan mereda?

Viral dan Ketimpangan Perhatian

Tidak semua kasus memiliki peluang yang sama untuk menjadi viral. Banyak peristiwa kekerasan atau pelanggaran hak asasi manusia yang luput dari perhatian publik karena tidak memiliki unsur sensasional. Tidak ada rekaman video, tidak melibatkan figur publik, atau terjadi di wilayah yang jauh dari pusat perhatian media.

Ketimpangan ini berdampak nyata. Kasus yang viral sering mendapatkan respons cepat dari aparat dan pejabat. Pernyataan resmi dikeluarkan, penyelidikan diumumkan, dan janji penegakan hukum disampaikan. Sebaliknya, kasus serupa yang tidak viral sering berjalan lambat dan nyaris tanpa pengawalan publik.

Data dari berbagai lembaga pendamping korban menunjukkan bahwa sebagian besar kasus kekerasan, terutama terhadap perempuan dan anak, tidak pernah menjadi perhatian nasional. Namun, dampaknya sama beratnya bagi korban. Ini menunjukkan bahwa empati publik yang bergantung pada viralitas berisiko menciptakan keadilan yang timpang.

Empati Simbolik dan Kepuasan Semu

Unggahan simpati, komentar dukungan, atau penggunaan tagar sering dianggap sebagai bentuk empati. Ekspresi ini tidak sepenuhnya salah. Namun, masalah muncul ketika empati berhenti pada simbol. Kita merasa telah peduli, padahal kontribusi nyata hampir tidak ada.

Fenomena ini dikenal sebagai empati simbolik. Ia memberi kepuasan emosional bagi pelakunya, tetapi tidak selalu berdampak pada perubahan kondisi korban. Dalam banyak kasus, empati simbolik justru menjadikan penderitaan orang lain sebagai konsumsi publik sesaat.

Lebih jauh, empati simbolik bisa menjadi beban bagi korban. Mereka dipaksa membuka luka di ruang publik demi menjaga perhatian tetap hidup. Ketika perhatian itu menghilang, korban tidak hanya kehilangan dukungan, tetapi juga harus menghadapi trauma yang telah terekspos.

Media massa memiliki peran strategis dalam menjaga keberlanjutan empati publik. Sayangnya, pemberitaan sering kali terfokus pada fase awal kasus. Proses hukum, pemulihan korban, dan evaluasi kebijakan jarang dikawal secara konsisten.

Logika bisnis media digital yang mengejar klik dan trafik turut memperkuat pola ini. Isu baru dianggap lebih menarik daripada pe...

Read Entire Article