Beberapa maskapai penerbangan di dunia mulai menggalakkan penggunaan bahan bakar ramah lingkungan atau Sustainable Aviation Fuel (SAF), demi mewujudkan target Zero Net Carbon (ZNC) pada 2050 nanti. Cara ini dinilai mampu mengurangi emisi karbon dari pesawat udara yang dikeluarkan setiap kali melakukan penerbangan.
Namun, enggak hanya itu, baru-baru ini para peneliti menemukan studi yang menyebut bahwa penerbangan yang lebih lama diklaim bisa membantu mengurangi emisi tersebut.
Dilansir New York Post, para peneliti di Universitas Cambridge mengatakan bahwa untuk mencapai Zero Net Carbon di industri penerbangan pada tahun 2050, mereka merekomendasikan waktu penerbangan yang lebih lama satu jam dari biasanya.
Para peneliti mengatakan bahwa penerbangan yang lebih lambat kini menjadi hal yang bisa dimaklumi. Baru-baru ini, American Airlines melakukan pengalihan penerbangan ke Bandara Dallas dengan menempuh perjalanan 5 jam penerbangan akibat menghindari badai tropis.
Korelasi dari hal tersebut adalah memperlambat kecepatan penerbangan hingga 15 persen, berdampak pada penambahan waktu tempuh sekitar 50 menit untuk setiap perjalanan, seperti dilaporkan Independent. Meski demikian, hal tersebut ternyata mampu memangkas penggunaan bahan bakar sekitar 5-7 persen, serta mengurangi kontribusi industri sebesar 4 persen terhadap perubahan iklim secara keseluruhan, seperti yang dipresentasikan PBB.
Menurut proyeksi tersebut, pada tahun 2050, bahan bakar dapat dikurangi hingga setengahnya. Lalu, bagaimana peneliti menjelaskan hal ini?
Ide ini tentu akan ditertawakan oleh para wisatawan di seluruh dunia. Namun, mereka mengatakan bahwa penerbangan yang lebih lama dapat diimbangi dengan pengoperasian bandara yang dilakukan secara lebih efisien dengan lebih sedikit penundaan.
Untuk mewujudkan tujuan ini, Profesor Rob Miller dari Laboratorium Whittle Cambridge, mengatakan bahwa penerbangan secara keseluruhan membutuhkan perubahan proses sistem secara menyeluruh.
"Maskapai penerbangan tidak dapat melakukannya sendiri, begitu pula produsen atau bandara," katanya, kepada The Times of London.
Selain itu, tim peneliti juga menyarankan pabrikan pesawat, seperti Boeing dan Airbus memproduksi pesawat yang lebih baik lagi.