Xenophon (lahir sekitar 430 SM, Attika, Yunani—meninggal sebelum 350 SM, Attika) adalah seorang sejarawan dan filsuf Yunani yang karya-karyanya sangat berharga untuk penggambaran Yunani Klasik akhir. Karya yang paling terkenal, Anabasis ("Perjalanan ke Pedalaman"), sangat dihargai pada zaman kuno dan berpengaruh besar pada sastra Latin.
Xenophon (dalam britannica.com) meninggalkan Athena pascaperang pada 401 SM, bergabung dengan tentara bayaran Yunani di bawah pangeran Achaemenia, Cyrus Muda, dalam pemberontakannya melawan saudara laki-lakinya, Raja Persia Artaxerxes II.
Setelah kekalahan Cyrus di Cunaxa, Xenophon menjadi salah satu pemimpin yang memimpin tentara bayaran Yunani, yang dikenal sebagai "Ten Thousand" "Sepuluh Ribu", kembali ke Byzantium melalui Mesopotamia, Armenia, dan Anatolia utara. Xenophon kemudian terlibat dalam pertempuran untuk Sparta melawan Persia dan berpartisipasi dalam pertempuran di Coronea pada 394 SM, mendukung Sparta.
Xenophon (dalam Jaeger, 1971), satu-satunya penulis dari lingkaran Socrates selain Platon yang karyanya bertahan dalam jumlah cukup besar, sering kali dipandang sebagai representasi klasik dari keanggunan dan pesona Attika.
Ia bukan sekadar imitator ajaran moral Socrates seperti Antisthenes, Aeschines, atau Aristippus, yang hanya dikenal melalui nama mereka. Popularitas Xenophon yang bertahan lama di kalangan pembaca mencerminkan keanekaragaman minat, variasi gaya tulisan, serta kepribadiannya tetap hidup dan simpatik, meskipun dengan segala keterbatasan.
Xenophon adalah seorang individu yang memiliki takdir unik, yang berkembang secara logis dari sifatnya dan hubungannya dengan lingkungan sekitarnya. Walaupun bukan murid langsung Socrates, Xenophon dipengaruhi secara mendalam oleh filsuf tersebut, seperti yang terlihat dalam beberapa karyanya, termasuk "Memorabilia."
Pengalamannya sebagai tentara bayaran dalam ekspedisi Persia, yang diceritakan dalam karyanya yang paling terkenal, "Anabasis," menempatkannya dekat dengan pengaruh politik Sparta dan mengakibatkan pengasingan dari Athena.
Dalam analisis Jaeger (1971) keberhasilan Xenophon dalam mempertahankan posisi dalam literatur klasik Yunani, meskipun dia bukan sosok terkemuka seperti Platon, mencerminkan dua hal penting: kemampuannya dalam menulis yang menarik dan relevan serta kontribusinya dalam memadukan berbagai pengalaman hidupnya ke dalam tulisannya.
"Anabasis," misalnya, bukan hanya sebuah catatan perjalanan militer tetapi juga sebuah karya yang menawarkan pelajaran dalam kepemimpinan, strategi, dan nilai-nilai moral. Pengalaman Xenophon dengan Persia juga mengilhami dirinya untuk menulis "Cyropaedia," sebuah karya yang mencerminkan kekaguman terhadap kebajikan kalokagathia Persia—gambaran pria ideal, yang disandingkan dengan pahlawan Yunani.
Sebagai penulis, Xenophon memiliki kepekaan tajam terhadap kondisi politik dan sosial zamannya. Dia menulis dengan tujuan mendidik, seperti yang terlihat dalam hampir semua karyanya. Hal tersebut bukan sekadar menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman, tetapi merupakan ekspresi alami dari karakternya.
Bahkan menurut Jaeger (1971) dalam narasi yang paling mendebarkan, seperti kisah pelarian 10.000 tentara Yunani dalam "Anabasis," Xenophon tidak hanya menceritakan kisah petualangan tetapi juga memberikan contoh bagaimana seseorang harus bersikap dan bertindak dalam situasi-situasi tertentu.
Meskipun begitu, penting dalam melihat Xenophon tidak hanya sebagai seorang penulis yang mencerminkan nilai-nilai masanya tetapi juga sebagai individu yang memiliki pandangan luas dan wawasan mendalam tentang dunia sekitarnya.
Pengalamannya dengan bangsa-bangsa asing, seperti Persia, memberi perspektif lebih luas tentang kebajikan manusia dan pendidikan (paideia). Xenophon menyadari bahwa kebudayaan dan kebajikan tertinggi bukanlah milik eksklusif bangsa Yunani, tetapi bisa ditemukan di mana saja, dalam bentuk langka dan mulia.
Dalam Oeconomicus, Xenophon (dalam Jaeger, 1971) memberikan pandangan mendalam tentang konsep paideia (pendidikan) dalam konteks pertanian, menekankan bahwa kesuksesan dalam bertani tidak hanya bergantung pada pengetahuan teknis, tetapi juga pada pendidikan yang tepat bagi seluruh anggota rumah tangga, termasuk petani, istri, dan para pekerja.