Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru soal ambang batas pencalonan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024, harus dituangkan ke dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Menurut dia, PKPU merupakan tata tertib dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Doli menyebut, putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat terhadap peraturan-peraturan lainnya.
"Nah tentu ini akan ya akan mengubah dari perspektif politik akan mengubah konstelasi, tapi persoalannya apakah dalam tujuh hari tersisa ini akan baik atau tidak, makanya kita akan pelajari," kata Doli saat ditemui dalam acara Munas XI Partai Golkar di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024).
Sejauh ini, menurut Doli, masih menunggu putusan lengkap dari MK tersebut untuk diteliti lebih lanjut. Menurut dia, Komisi II DPR bersama KPU pun perlu mencermati putusan itu karena perubahan yang terjadi adalah aturan yang sangat mendasar.
"Kadang-kadang kan putusan itu kalau nanti nggak tahu ada frasa-frasa apa di dalamnya, sampai akhir, nanti yang kita ketahui pada akhirnya apakah memang ini bisa harus diberlakukan sekarang atau tidak," kata Doli.
Dia pun menilai, putusan MK itu untuk kesekian kalinya selalu mengejutkan. Setelah menerima kabar itu, Doli pun langsung berkoordinasi dengan Ketua KPU Mochammad Afifuddin untuk menanggapi putusan MK tersebut.
Sebelumnya, MK melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengubah ambang batas (treshold) pencalonan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. Lewat putusan ini, MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon.
Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon melalui partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah dalam pemilu di daerah yang bersangkutan. "Amar putusan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta Pusat, Selasa.