Agus Salim, mantan Kades Bedono (Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak), ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penipuan tanah. Dia diyakini polisi berkomplot dengan tersangka lain yang diduga sebagai mafia tanah.
Agus menjabat sebagai kades pada periode 2016-2022. Salah satu tersangka lain adalah seorang perempuan bernama Tiyari, warga Gebangsari, Kecamatan Genuk, Kota Semarang.
Kanit Tindak Pidana Tertentu Satreskrim Polrestabes Semarang, AKP Johan Widodo, mengatakan bahwa kedua pelaku menipu seorang warga Semarang bernama Yuliati. Awalnya, tersangka Tiyari menawarkan lahan seluas 10.000 meter persegi kepada korban.
"Korban setuju dan membayar uang sebesar Rp 800 juta kepada tersangka. Padahal itu tanah milik orang lain, dan pemilik asli tidak tahu kalau tanahnya diklaim oleh tersangka," ujar Johan, Selasa (20/8).
Untuk memuluskan aksinya, Tiyari menyuruh tersangka Agus Salim untuk membuat letter C (surat tanah tradisional yang menyatakan kepemilikan hak atas tanah secara turun temurun di suatu wilayah adat) desa atas nama Tiyari. Letter C itu kemudian diberikan kepada korban.
"Setelah diterbitkan, letter C kemudian dibawa ke notaris untuk dibuatkan akta jual beli atas nama korban. Namun, notaris pertama kali menolak karena tidak ada surat keterangan tidak sengketa. Kemudian, kepala desa menerbitkan surat keterangan tidak sengketa agar notaris bersedia menerbitkan akta jual beli," jelasnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, aksi keduanya terungkap saat proses pencairan dana pembebasan lahan untuk jalan Tol Semarang-Demak karena lahan tersebut terdampak. Ternyata tanah yang dibeli korban itu merupakan milik orang lain dan sudah ada SHM dengan nomor 00137.
"Namun, uang ganti rugi sebesar Rp 1,4 miliar justru diterima oleh pemilik tanah yang sah atau resmi, karena yang bersangkutan mempunyai alas hak berupa sertifikat," kata Johan.
Untuk mematangkan penyelidikan, Polrestabes Semarang juga berkoordinasi dengan Kantor BPN Kabupaten Demak. Hasilnya, tanah tersebut memang sudah bersertifikat atas nama orang lain.
"Dengan dasar itu, si pembeli awal yang membeli tanah tersebut dengan harga Rp 800 juta melakukan komplain. Sehingga terjadilah pelaporan, karena setiap diminta pengembalian uang, yang bersangkutan hanya menjanjikan saja," ujar Johan.
Sementara itu, tersangka Tiyari berdalih bahwa tanah yang ia jual kepada korban merupakan tanah milik saudaranya. Perempuan tersebut juga mengaku menyuruh tersangka Agus Salim untuk menerbitkan letter C desa.
"Saya beri uang Agus Rp 150 juta sebagai jasa, karena dia sering membantu saya. Pekerjaan saya memang membebaskan lahan," kata Tiyari.
Agus tidak mau berkomentar saat ditanya perihal kasus ini.
Atas perbuatannya, keduanya dijerat dengan kasus Tindak Pidana Penipuan atau Penggelapan Jo turut serta membantu kejahatan sesuai unsur Pasal 378 KUHPidana atau Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. Ancaman hukumannya adalah empat tahun penjara.