BMKG mengungkapkan wilayah Indonesia sebenarnya berpotensi kecil dilanda siklon atau badai dahsyat yang terjadi di derah tropis. Namun kenyataannya, beberapa tahun ke belakangan Indonesia dilanda bencana akibat terbentuknya siklon.
"Karena kita berada di dekat di khatulistiwa, sehingga ada efek Coriolis yang melemahkan pertumbuhan bibit siklon. Jadi di bawah 5 derajat Lintang Utara dan juga Lintang Selatan pada daerah khatulistiwa, itu umumnya bibit siklon tidak terjadi,” jelas Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani di rapat kerja bersama Komisi V pada Senin (1/12).
Hal tersebut termasuk dampak bencana banjir dan longsor yang terjadi di Sumut, Sumbar dan Aceh ini terjadi karena hujan dengan intensitas tinggi akibat siklon Tropis Senyar.
Ia mengatakan, potensi siklon masih akan terus ada hingga akhir musim hujan. Ia mencontohkan misalnya siklon tropis cempaka yang terjadi pada 2017 di perairan Selatan Jawa.
“Pada 2021 itu Siklon Tropis Seroja di perairan NTT, dan kemudian kita menghadapi lagi di tahun 2025 yang tadinya di daerah utara terjadinya 24 tahun yang lalu ya, pada tahun 2001,” ujarnya.
“Ini terjadi lagi Siklon Senyar di Selat Malaka. Ini untuk yang Cempaka dan Senyar ini kategori satu, yang kategori dua adalah Siklon Tropis Seroja,” imbuhnya.
Lebih lanjut, BMKG juga meminta masyarakat agar tetap waspada akan potensi badai lainnya.
“Kita perlu bersiap juga apabila siklon tropis dengan kategori yang lebih tinggi, lebih kuat, itu terjadi pada daerah-daerah atau provinsi yang padat penduduknya. Ini kesiapsiagaan perlu kita siapkan mulai sekarang,” kata dia.

6 days ago
21







































